BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Tugas adalah suatu elemen penting
yang ada dalam sebuah organisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (i) tugas
adalah yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan,
(ii)
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang, (iii) pekerjaan yang
dibebankan, (iv) suruhan (perintah) untuk melakukan sesuatu, (v) surat perintah
fungsi (jabatan) yang tidak boleh tidak dikerjakan (www.kbbi.web.id). Dari
sudut pandang manajemen dalam pelaksanaan tugas itu sendiri ada yang disebut
dengan pelaksanaan (actuating) adalah
suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk
mencapai sasaran yang sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha
organisasi. Jadi actuating artinya
menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau dengan
kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara
efektif (www.id.shvoong.com/28/Agustus/2014).
Setiap bagian dalam organisasi,
karyawan maupun pegawai tentu memiliki tugasnya masing-masing serta wajib untuk
menjalankannya agar tujuan organisasi dapat tercapai. Demi tercapainya sebuah
tujuan organisasi secara efektif dan efisien, maka tugas-tugas tersebut perlu
dirancang dengan benar dan perlu juga dijabarkan tugas-tugasnya secara jelas.
Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)
dalam suatu organisasi tentu berkaitan dengan adanya koordinasi dari suatu
organisasi. Menurut E.F.L Brech, koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan
tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing
dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya
diantara para anggota itu sendiri (Hasibuan, 2007:85). Berdasarkan penjelasan
tersebut, menurut Robbins budaya organisasi meningkatkan komitmen organisasi
dan meningkatkan konsistensi perilaku anggotanya. Dari sisi organisasi, budaya
organisasi mengurangi ambiguitas dan menuntun apa bagaimana pekerjaan harus
diselesaikan dan apa saja yang penting. Adapun mengenai kinerja kerja
organisasi, menurut Dessler (2000:87), kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah
prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari
karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun
sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya
dibandingkan dengan standar yang dibuat.
Tugas dan fungsi pokok pegawai tentu
telah dirancang dengan baik dan benar secara jelas yang termuat dalam sebuah
uraian pekerjaan (job description).
Uraian Pekerjaan (job description)
dalam organisasi swasta maupun pemerintah merupakan kumpulan informasi mengenai
pekerjaan atau garis besar tentang apa saja kewajiban, tanggung jawab dan
wewenang yang dipegang serta harus dilaksanakan oleh setiap pegawai. Selain
itu, uraian pekerjaan juga menjelaskan tentang tata cara pelaksanaan
tugas-tugas demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien.
Berdasarkan penjelasan di atas,
uraian pekerjaan yang memuat tugas fungsi dan pokok untuk para pegawai tentu
memiliki peran yang cukup penting dalam organisasi sehingga harus disusun
secara jelas dan terarah. Hal tersebut dikarenakan meskipun perancangan
pekerjaan telah dilakukan dengan benar, akan tetapi pekerjaan tersebut tidak
ditetapkan secara jelas sebagai pedoman kerja pegawai, maka dalam pelaksanaan
tugas-tugas tersebut akan tidak optimal dan konsisten. Pekerjaan yang telah
dibuat akan tidak memiliki konsistensi mengenai siapa pegawai yang tepat
sebagai pelaksana tugas tersebut, tidak adanya pemahaman pegawai mengenai
prosedur pelaksanaan tugas, tidak adanya pemahaman pegawai mengenai prosedur
pelaksanaan tugas.
Namun, untuk memenuhi setiap elemen
dalam uraian pekerjaan tersebut, diperlukan informasi-informasi yang ada dalam
organisasi itu sendiri. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan pengumpulan
informasi koordinasi pekerjaan terlebih dahulu sebelum melakukan penyusunan uraian pekerjaan.
Koordinasi pekerjaan merupakan hal
yang mengatur pekerjaan itu sendiri agar tidak bertentangan atau simpang siur
serta proses pengendalian suatu data pekerjaan yang berhubungan dengan
organisasi. Dengan adanya informasi yang diperoleh melalui koordinasi pekerjaan
tersebut serta diolah dengan tepat yang hasilnya akan menjadi sebuah desain
pekerjaan yang kemudian dapat dicantumkan secara jelas di dalam uraian
pekerjaan. Suatu uraian pekerjaan jika di dalamnya terdapat informasi-informasi
yang jelas mengenai pekerjaan tentu akan menghasilkan sebuah uraian pekerjaan
yang jelas. Sehingga dapat membuat pegawai memahami tugas-tugasnya dengan baik
dan tidak mengalami hambatan kerja sebab tugas yang dijalankan sesuai dengan
kemampuan dan keterampilannya, karena setiap pegawai tentu memiliki batasan
kerjanya sendiri sehingga tidak dapat saling mencampuri tugas satu sama lain,
tidak adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas organisasi serta komunikasi
yang terbentuk akan lebih baik karena adanya hubungan kerjasama yang baik antar
pegawai.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara Banjarbaru yang secara umum disingkat KPPN Banjarmasin merupakan Instansi Vertikal Direktorat
Jenderal Perbendaharaan dan merupakan unit terdepan atau ujung tombak dari
Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam
memberikan pelayanan publik, KPPN
Banjarmasin
mempunyai tugas
melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan bendahara umum, penyaluran
pembayaran atas beban anggaran serta penatausahaan penerimaan dan pengeluaran
anggaran melalui dan dari kas negara berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Berdasarkan struktur organisasinya,
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) terdiri dari 1 (satu) sub bagian
dan 4 (empat) seksi yaitu: Sub Bagian Umum, Seksi Bank, Seksi Pencairan Dana,
Seksi Verifikasi dan Akuntansi dan Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan
Internal. Masing-masing dari sub bagian dan seksi pada KPPN Serang
yang didukung oleh seluruh pegawai, menyatu dalam visi yang disepakati yaitu “MENJADI PENGELOLA KEUANGAN NEGARA YANG PROFESIONAL DAN
BERTANGGUNG JAWAB GUNA MEWUJUDKAN BANGSA YANG MANDIRI DAN SEJAHTERA.”
Dapat diketahui bersama bahwa pada
umumnya hasil kerja pegawai pemerintahan saat ini kurang memberikan hasil yang
optimal terhadap kepentingan masyarakat maupun dalam upaya pencapaian tujuan
instansinya atau dapat dikatakan kurang memuaskan. Adapun fenomena yang penulis
temukan pada saat melakukan observasi awal di KPPN Banjarmasin, yaitu (i) terdapat pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi yang bukan pada porsinya, (ii) aktivitas kerja pegawai
yang tidak merata, (iii) serta penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan
fungsi dan keahliannya yang mencerminkan kurang jelasnya deskripsi pekerjaan
serta rendahnya performa yang dimiliki pegawai. Oleh karena permasalahan
tersebut di atas, penulis mengambil judul sebagai berikut: “Koordinasi Pelaksanaan Tugas Pokok dan
Fungsi di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarmasin” dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penguraian tugas
pokok dan fungsi yang dijalankan pada setiap Bagian dan Seksi KPPN Banjarmasin berdasarkan pembagiannya
kelompoknya, bagaimana pelaksanaan TUPOKSI oleh pegawai bagian/seksi tersebut,
serta hal-hal yang terkait dalam pelaksanaannya baik itu mengenai hal-hal
pendukung, hambatan-hambatan dalam pelaksanaan TUPOKSI tersebut, yang secara
tidak langsung dapat mencerminkan bagaimana konsistensi dari tugas pokok dan
fungsi yang selama ini jalankan oleh pegawai dalam upaya pencapaian tujuan
organisasi.
2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
Kep – 185/PB/2010 tentang Standar Prosedur Operasi/Standard Operating Procedures di Lingkungan Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Perbendaharaan terdapat daftar SOP Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara di bidang sub bagian umum Nomor KP.01/083 tentang
Penerbitan Kartu Identitas Petugas Satker (KIPS) Pengantar SPM/Pengambil SP2D.
Dari penjelasan yang dikemukakan
diatas peneliti menemukan permasalahan yang akan dijadikan fokus penelitian,
berikut penjabaran identifikasi permasalahan yang di temukan:
1.
Terdapat pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang bukan pada
porsinya;\
2.
Aktivitas kerja pegawai yang tidak merata;
3.
Penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan fungsi dan
keahliannya;
3.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah
diatas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Koordinasi Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi
di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarmasin?”
4. Tujuan Penelitian
Setiap
bentuk tindakan atau langkah yang terencana mempunyai tujuan tertentu, demikian
pula halnya dengan penelitian yang penulis lakukan ini. Adapun tujuan
penelitian tentang Koordinasi Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi di Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarmasin ini,
adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui bagaimana koordinasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarmasin.
2. Untuk
mengetahui bagaimana aktivitas kerja pegawai di Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara Banjarmasin.
3. Untuk
mengetahui bagaimana penempatan pegawai yang sesuai dengan fungsi dan
keahliannya di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarmasin.
A. Manfaat Penelitian
Secara
teoritis, penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai sumbangan
pemikiran, dalam rangka pengembangan teori-teori yang berkaitan dengan
Pelaksanaan Manajemen Tugas dan Fungsi Pokok terutama dalam hal penerapannya.
Secara praktis
penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Untuk memenuhi syarat mata kuliah
Metodologi Penelitian Administrasi pada program studi Administrasi Negara.
2. Bagi penulis, menambah pengetahuan
dan wawasan khususnya dalam Koordinasi Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi.
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR
A. Deskripsi Teori
1. Definisi Koordinasi
Dengan pendelegasian wewenang dan
pembagian pekerjaan kepada para bawahan oleh manajer maka setiap individu
bawahan akan mengerjakan pekerjaannya sesuai wewenang yang diterimanya. Setiap
bawahan mengerjakan hanya sebagian dari pekerjaan perusahaan, karena itu
masing-masing pekerjaan bawahan harus disatukan, diintegrasikan, dan diarahkan
untuk tercapainya tujuan. Karena tanpa koordinasi tugas dan pekerjaan dari
setiap individu karyawan maka tujuan (laba) perusahaan tidak akan tercapai.
Koordinasi ini merupakan tugas penting yang harus dilakukan oleh seorang
manajer dan tugas ini sangat sulit.
Menurut Drs. H. Malayu S.P.
Hasibuan, koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan
mengkordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan para
bawahan dalam mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2007:85).
Menurut E.F.L Brech, koordinasi
adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan
pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu
sendiri (Hasibuan, 2007:85).
Menurut G.R. Terry, koordinasi
adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu
yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang
seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Definisi G.R Terry ini
berarti bahwa koordinasi adalah pernyataan usaha dan meliputi ciri-ciri sebagai
berikut.
a) Jumlah usaha, baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif.
b) Waktu yang tepat dari usaha-usaha
ini.
c) Pengarahan usaha-usaha ini
(Hasibuan, 2007:85-86).
Menurut
Dr. Awaluddin Djamin, M.P.A., koordinasi adalah suatu usaha kerja sama antara
badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa,
sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu, dan saling melengkapi
(Hasibuan, 2007:86).
2. Definisi Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan sistem
nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, dapat diterapkan dan dikembangkan
secara terus-menerus. Budaya organisasi juga berfungsi sebagai perekat,
pemersatu, identitas, citra, brand, pamacu-pemicu
(motivator), pengembangan yang berbeda dengan organisasi lain yang dapat
dipelajari dan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat dijadikan acuan
perilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau
hasil/target yang ditetapkan.
Menurut Peter F. Drucker, budaya
organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal
yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang
kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk
memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di
atas (Umam, 2010:128).
Menurut Phithi Sithi Amnuai, budaya
organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi
masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah-masalah integrasi internal
(Umam, 2010:128).
Menurut Edgar H. Schein, budaya
organisasi mengacu pada suatu sistem makna bersama, dianut oleh anggota-anggota
yang membedakan organisasi itu terhadap organisasi lain (Umam, 2010:128).
Menurut Daniel R. Denison, budaya
organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan, dan prinsip-prinsip dasar yang
merupakan landasan bagi sistem dan praktik-praktik manajemen serta perilaku
yang meningkatkan dan menguatkan prinsip-prinsip tersebut (Umam, 2010:128-129).
Menurut Robbins, budaya organisasi
dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan
organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut, Robbins (2001)
menyatakan bahwa sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh para warganya yang
sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama
merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi (Umam,
2010:129).
Robbins memberikan tujuh
karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
a) Inovasi dan keberanian mengambil
risiko.
b) Perhatian terhadap detail.
c) Berorientasi pada hasil.
d) Berorientasi kepada manusia.
e) Berorientasi pada tim.
f) Agresivitas.
g) Stabilitas.
Ahob
dkk. (1991) mengemukakan tujuh dimensi budaya organisasi sebagai berikut:
a) Konformitas.
b) Tanggung jawab.
c) Penghargaan.
d) Kejelasan.
e) Kehangatan.
f) Kepemimpinan.
g) Bakuan mutu.
3. Definisi Kinerja
Konsep kinerja pada dasarnya dapat
dilihat dari dua segi, yaitu kineja pegawai (perindividu) dan kinerja
organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu
organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang
dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi memiliki keterkaitan
yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari
sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan
pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya pencapaian tujuan
organisasi tersebut.
Menurut Rue & Byars (1981:375),
mengatakan bahwa kinerja adalah sebagai tingkat pencapaian hasil (Pasolong,
2010:175).
Menurut Interplan (1969:15), adalah
berkaitan dengan operasi, aktivitas, program, dan misi organisasi (Pasolong,
2010:175).
Menurut Murphy dan Cleveland
(1995:113), kinerja adalah kualitas perilaku yang berorientasi pada suatu
pekerjaan (Pasolong, 2010:175).
Menurut Ndraha (1997:112),
mengatakan bahwa kinerja adalah manifestasi dari hubungan kerakyatan antara
masyarakat dengan pemerintah (Pasolong, 2010:175).
Menurut Widodo (2006:78), mengatakan
bahwa kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai
dengan tanggungjawabnya dengan hasil yang seperti diharapkan (Pasolong,
2010:175).
Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia disingkat LAN-RI (1999:3), merumuskan kinerja adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Konsep kinerja
yang dikemukakan LAN-RI lebih mengarahkan kepada acuan kinerja suatu organisasi
public yang cukup relevan sesuai dengan strategi suatu organisasi yakni dengan
misi dan visi yang lain yang ingin dicapai (Pasolong, 2010:175-176).
Menurut Gibson (1990:40), mengatakan
bahwa kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan dan motivasinya untuk
melaksanakan pekerjaan. Dikatakan bahwa pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh
interaksi antara kemampuan dan motivasi (Pasolong, 2010:176).
Menurut Keban (1995:1), kinerja
adalah merupakan tingkat pencapaian tujuan (Pasolong, 2010:176).
Menurut Timpe (1998:9), kinerja
adalah prestasi kerja, yang ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku
manajemen. hasil penelitian Timpe menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang
menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja pegawai yang paling
efektif dan produktif dalam interaksi sosial organisasi akan senantiasa terjadi
adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya (Pasolong, 2010:176).
Menurut Mangkunegara (2002:67),
mengatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung
jawabyang diberikan kepadanya (Pasolong, 2010:176).
Menurut Prawirosentono (1999:2),
mengatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau
sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggungjawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral dan
etika (Pasolong, 2010:176).
Menurut Sinambela dkk. (2006:136),
mendefinisikan kinerja pegawai sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan
sesuatu dengan keahlian tertentu (Pasolong, 2010:176).
Menurut Stephen Robbins (1989:439),
bahwa kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh
pegawai dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Pasolong,
2010:176).
4.
Asumsi Dasar
Berdasarkan teori diatas faktor yang
mempengaruhi terjadinya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang tidak sesuai
dengan porsinya itu sendiri adalah dari sisi koordinasi yang harus memiliki
fungsi dan tujuan yang mengarahkan dan menggerakkan terhadap suatu pekerjaan
tersebut agar tidak dikerjakan pada bidang yang salah sehingga terjadinya
tumpang tindih tugas pokok dan fungsi. Dari sisi budaya organisasi tentu harus
memiliki nilai-nilai dominan yang menjadi filosofi kerja kepada setiap
karyawan/pegawai sehingga dijadikannya sebuah acuan atau panduan dalam
kebijakan organisasi itu sendiri yang nantinya akan memperkuat citra pegawai
dalam mengelola pekerjaan dari organisasi tersebut. Serta dari sisi kinerja
tentu suatu organisasi swasta maupun pemerintah dituntut untuk memiliki SDM
yang berkualitas, mengaharuskan setiap pegawainya memiliki kemampuan (skill) kualitas pekerjaan yang baik agar
memberikan hasil yang baik pula untuk tercapainya suatu tujuan organisasi.
Dalam setiap organisasi tentu
masing-masing memiliki tingkat koordinasi, budaya organisasi dan kinerja kerja,
tiap-tiap organisasi memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda dalam sistem
pengelolaannya tergantung dengan permasalahan yang akan dihadapinya cenderung
berbeda tergantung pada faktor koordinasi seperti apa yang diterapkan dalam
menjalankan suatu organisasi tersebut. Faktor yang sangat dominan dalam
mempengaruhi koordinasi itu sendiri adalah faktor manajer/pimpinan, tingkah
laku karyawan, tingkah laku kelompok kerja, dan faktor eksternal yang mendukung
organisasi sebuah itu sendiri untuk mengarah kearah yang menjadikan organisasi
itu baik.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian merupakan serangkaian
upaya pencarian sesuatu secara sistematis. Dalam penelitian ini pendekatan yang
dilakukan peneliti adalah melalui pendekatan kualitatif yaitu dengan cara
mengumpulkan data melalui naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi,
catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga dapat menjadi suatu
kesimpulan atau tujuan dari peneliti kualitatif yaitu dapat menggambarkan
realita empiric dibalik fenomena
secara lebih mendalam, rinci, dan akurat.
B. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi
instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai human instrument
berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data dan membuat kesimpulan atas
temuannya. (Sugiono, 2009:306)
Wawancara adalah pertemuan dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat
dikonfirmasikan makna dalam suatu topik tertentu. (Sugiono, 2009:317)
Dengan wawancara, peneliti akan
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
menginterprestasikan setaiap dari fenomena yang terjadi yang tidak mungkin di
temukan melalui observasi. (Sugiono, 2009:318)
Peneliti kualitatif sering
menggabungkan teknik observasi persiapan dengan wawancara mendalam (Sugiono,
2009:319)
1. Wawancara terstruktur: pengumpulan
data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan teknik
yang alternatif jawabannya telah disiapkan.
2. Wawancara semi struktur: wawancara
menggunakan model lebih bebas dari pada wawancara terstruktur yaitu narasumber
diminta pendapat dan ide-idenya karena tujuan wawancara ini untuk menentukan
permasalahan secara lebih terbuka.
3. Wawancara tidak terstruktur:
wawancara yang bebas, peneliti tidak menggunakan pedoman lengkap untuk
pengumpulan datanya.
Studi
Dokumentasi, dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif,
dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek
sendiri atau lebih orang lain tentang subjek.
C. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian kualitatif, pengumpulan
data dilakukan pada kondisi yang alamiah, sumber data primer, dan teknik penngumpulan data lebih banyak pada observasi
berperan serta dan wawancara mendalam. (Sugiono, 2008:319)
Dalam penelitian ini menggunakan
teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
Observasi, menurut Nawawi &
Martini, observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap
unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala, Sanafiah Faisal (1990) dalam
Sugiono (2008:310) mengklarifikasikan antara lain:
1. Observasi partisipasi: dalam
observasi ini, peneliti terlibat langsung dengan kegiatan-kegiatan sehari-hari
yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
2. Observasi terang-terangan: pada saat
melakukan pengumpulan data, peneliti menyatakan terus terang kepada sumber data
bahwa ia sedang melakukan penelitian.
3. Observasi tak terstruktur: observasi
ini tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan di observasi.
D. Teknik Analisis Data
1. Aktivtas dalam analisis data yaitu:
a. Data reduction: data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak,
untuk itu perlu di catat secara teliti dan rinci
b. Mereduksi data: merangkum, memilih
hal-hal yang perlu, memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari dari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu
2. Data display (penyajian data): setelah data di reduksi maka langkah
selanjutnya adalah mendisplaykan data. Data display data dalam penelitian
kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, keduanya antar
kategori flow chat
3. Verification: langkah ketiga adalah kegiatan penarikan kesimpulan dan
klarifikasi, kesimpulan awal yang dilakukan masih bersifat sementara dan akan
berupa bila tidak ditemukan bukti yang kuat yang mendukung, pada pengumpulan
tahap berikutnya namun kesimpulan memang telah didukung oleh bukti-bukti yang
valid dan konsisten saat peneliti melakukan penelitian ke lapangan mengumpulkan
data. Maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang dapat dipercaya.
E. Uji Keabsahan Data
Mungkin dalam penelitian ini uji
keabsahan data menggunakan teknik member
checking
1. Kredibilitas, apakah proses dan
hasil penelitian dapat diterima atau dipercaya.
2. Transferabilitas, yaitu apakah hasil
penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang lain.
3. Dependability, yaitu apakah hasil
penelitian mengacu pada tingkat konstitusi peneliti dalam pengumpulan data,
membentuk dan menggunakan konsep ketika membuat interpretasi.
4. Konfirmabilitas, yaitu apakah hasil
penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian tepat sesuai
dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan kedalam laporan lapangan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara
Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara yang
secara umum disingkat KPPN merupakan Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan merupakan unit terdepan
atau ujung tombak dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam memberikan pelayanan publik, KPPN mempunyai tugas melaksanakan kewenangan
perbendaharaan dan bendahara umum, penyaluran pembayaran atas beban anggaran
serta penatausahaan penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui dan dari kas
negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Keberadaan suatu kantor yang
melaksanakan fungsi pembayaran tagihan kepada Negara sebenarnya sudah lama
dikenal masyarakat, namun telah beberapa kali mengalami perubahan nama yaitu
mulai dari Kantor Bendahara Negara (KBN), Kantor Perbendaharaan Negara (KPN)
dan Kantor Kas Negara (KKN) yang kemudian pada tahun 1990 digabung menjadi
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) dan
terakhir yaitu sejak tahun 2005 menjadi Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN).
Terbentuknya KPPN tersebut seiring
dengan adanya reorganisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, sebagai bagian
dari implementasi reformasi birokrasi dan
reformasi dibidang keuangan
negara, yaitu dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Perbendaharaan pada tahun
2004 yang disemangati untuk mewujudkan good
governance ( tata kelola kepemerintahan yang baik ).
Perubahan mendasar dari fungsi KPKN
menjadi KPPN adalah pengalihan fungsi/kewenangan ordonansering yang sebelumnya
kewenangan tersebut berada pada KPKN dialihkan kepada kantor/satuan kerja
Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara. Dengan beralihnya kewenangan ordonansering kepada Kementerian
Negara/Lembaga/Satker, maka KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara
melaksanakan kewenangan comptabel.
Reformasi Birokrasi yang
dilaksanakan di Kementerian Keuangan pada dasarnya diarahkan untuk memberikan
peningkatan pelayanan kepada publik. Sejalan dengan kebijakan tersebut,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai salah satu unit eselon I
dilingkungan Kementerian Keuangan telah menetapkan Keputusan Direktur
Jenderal Perbendaharaan No.
Kep-44/PB/2007 tentang Reformasi Birokrasi Unit Ditjen Perbendaharaan yang pada
intinya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dan meningkatkan mutu
pelayanan kepada masyarakat dengan melakukan program kegiatan yang terfokus
antara lain pada penyempurnaan dibidang kelembagaan ketata laksanaan dan
kepegawaian.
Penyempurnaan Kelembagaan pada
Ditjen Perbendaharaan dilaksanakan dengan penataan organisasi antara lain
melalui pembentukan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Percontohan (KPPN Percontohan ) selain
melakukan penajaman dan pemisahan fungsi eselon II dilingkungan Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.
Pembentukan KPPN Percontohan adalah
salah satu perwujudan dari program reformasi birokrasi dilingkungan Direktorat
Jenderal Perbendaharaan yang merupakan mata rantai dari reformasi birokrasi
Kementerian Keuangan yang pada prinsipnya ditujukan untuk mewujudkan tata
kelolaan pemerintahan yang baik, peningkatan kinerja pengelolaan keuangan
negara dan peningkatan pelayanan kepada pemangku kepentingan /mitra kerja dan
masyarakat.
Sesuai Keputusan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor KEP-18/PB/2008 tanggal
25 Januari 2008 tentang Penetapan Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara Percontohan Tahap II di lingkungan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, KPPN Serang sebagai salah satu KPPN Percontohan di lingkungan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan diresmikan tanggal 1 Februari
2008.
Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 169/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara Serang merupakan KPPN tipe A1,
terdiri dari satu orang Kepala Kantor tingkat eselon III/a , satu Kepala
Sub.Bagian Umum dan empat Kepala Seksi eselon IV/a
2. Keadaan Geografis
KPPN Banjarmasin berlokasi di
pusat kota Banjarmasin yang merupakan ibu kota provinsi kalimantan selatan,
secara geografis terletak di sebelah selatan pulau kalimantan dengan luas
wilayah 37.530.52 km2 atau 3.753.052 ha. Kantor KPPN Banjarmasin beralamat di
Jl. D.I Panjaitan No. 10 dan berada dilokasi yang strategis di pusat kota
Banjarmasin dekat dengan lokasi perkantoran dan pertokoan.
3. Visi dan Misi
Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 169/PMK.01/2012 tanggal 06 November 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan bahwa tugas pokok KPPN
adalah melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan bendahara umum,
penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan
pengeluaran anggaran melalui dan dari kas Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, KPPN Serang yang didukung oleh seluruh pegawai, menyatu
dalam visi yang disepakati yaitu :
“ Menjadi pengelola
keuangan negara yang profesional dan bertanggung jawab guna mewujudkan bangsa
yang mandiri dan sejahtera. “
Selanjutnya untuk mewujudkan visi tersebut, KPPN
Banjarbaru mengemban misi yaitu :
1. Mewujudkan
pelaksanaan anggaran berbasis kinerja secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab serta memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan.
2. Mewujudkan
pengelolaan kas negara yang efisien,efektif , transparan dan akuntabel.
3. Menghasilkan
pelayanan di bidang perbendaharaan dan informasi keuangan yang cepat,tepat dan
akurat.
4. Mewujudkan
pengelolaan piutang pemerintah yang dananya bersumber dari dalam dan luar
negeri dan kredit program secara profesional, berkelanjutan dan akuntabel.
5. Mewujudkan
penyajian informasi dan akuntansi keuangan negara dalam rangka menghasilkan
pertanggungjawaban APBN yang akuntabel,
transparan, tepat waktu dan akurat.
Dengan visi dan misi tersebut, seluruh Pegawai KPPN Banjarbaru mempunyai
komitmen untuk mewujudkannya dengan cara mengoptimalkan SDM yang ada agar mampu
menjalankan tugas dan fungsi secara berdayaguna dan berhasil guna, bersih dari
segala bentuk penyalahgunaan wewenang dan dapat dipertanggung jawabkan atas
keberhasilan visi dan misi yang dibebankan secara transparan.
4. Tugas dan
Fungsi Pelayanan
KPPN merupakan ujung tombak pelayanan kepada masyarakat
dari organisasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas
memberikan pelayanan kepada pemangku kepentingan dan mitra kerja.
Berdasarkan PMK Nomor 169/PMK.01/2012 tanggal 06 November 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan bahwa tugas pokok KPPN
adalah melaksanakan kewenangan perbendaharaan dan bendahara umum,
penyaluran pembiayaan atas beban anggaran, serta penatausahaan penerimaan dan
pengeluaran anggaran melalui dan dari kas Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Fungsi KPPN secara umum yaitu menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut :
a. pengujian terhadap surat perintah pembayaran berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
b. penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dari kas negara atas nama
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara;
c. penyaluran pembiayaan atas beban APBN;
d. penilaian dan pengesahan terhadap penggunaan uang yang telah disalurkan;
e. penatausahaan penerimaan dan pengeluaran negara melalui dan dari Kas
Negara;
f. pengiriman dan penerimaan kiriman uang;
g. penyusunan laporan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara;
h. penyusunan laporan realisasi pembiayaan yang berasal dari pinjaman dan
hibah luar negeri;
i.
penatausahaan penerimaan Negara
bukan pajak;
j.
penyelenggaraan verifikasi
transaksi keuangan dan akuntansi;
k. pembuatan tanggapan dan penyelesaian temuan hasil pemeriksaan;
l.
pelaksanaan kehumasan; dan
m. pelaksanaan administrasi KPPN.
Dalam tugas tersebut terkandung peran
dan fungsi yang strategis yaitu:
a.
Pengujian hak tagihan kepada negara dan penerbitan Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D)
b.
Penyaluran pembiayaan atas beban APBN;
c.
Penilaian dan pengesahan terhadap penggunaan uang yang
telah disalurkan.
d.
Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran negara melalui
dan dari aks negara serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
e.
Pengiriman dan penerimaan kiriman uang.
f.
Penyusunan laporan pelaksanaan dan realisasi pendapatan
dan belanja negara, pembiayaan yang berasal dari hibah luar negeri.
g.
Penyusunan Laporan Kas Posisi (LKP) yaitu laporan yang
berisi penerimaan dan pengeluaran negara melalui KPPN.
h.
Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang
merupakan bentuk pertanggung jawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa
Laporan Realisasi Anggaran, Laporan arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan.
5. Standar Prosedur Operasional
Pelayanan dan proses penyelesaian pekerjaan pada
KPPN Serang dilaksanakan berdasarkan
pada peraturan atau
ketentuan yang berlaku antara
lain Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. KEP-297/PB/2007
tanggal 28 Desember 2007 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard
Operating Prosedure/SOP)
SOP berperan penting dalam proses
penyelesaian pekerjaan, karena SOP berfungsi sebagai pedoman /petunjuk
pelaksanaan dan tata cara /tahapan dalam proses kerja yang harus dilaksanakan
oleh para pegawai KPPN dalam melaksanakan tugas pelayanan, selain itu juga
berfungsi untuk memberikan informasi kepada pengguna jasa layanan KPPN /Stake
Holder.
SOP KPPN Percontohan sebagaimana diatur dalam Keputusan Dirjen Perbendaharaan
No. 297/PB/2007 yang terkait dengan prosedur kerja pada masing-masing seksi
antara lain meliputi:
a. Sub Bagian
Umum antara lain meliputi :
1) Pengusulan
Calon Peserta Pendidikan dan Pelatihan ;
2) Penyelesaian
Pengajuan Izin Cuti Tahunan ;
3) Penyelesaian
Pemberitahuan Kenaikan Gaji Berkala (KGB) ;
4) Pengajuan Usul
Kenaikan Pangkat ;
5) Pembayaran Gaji
Pegawai Satker KPPN Banjarbaru ;
6) Pembayaran Uang
Lembur Satker KPPN
Banjarbaru ;
7) Pembayaran
Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) Satker
KPPN Banjarbaru ;
8) Penatausahaan
Surat Masuk
b. Seksi Pencairan
Dana antara lain meliputi :
1) Penerbitan
Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) ;
2) Pengembalian
Surat Perintah Membayar (SPM) ;
3) Penatausahaan
Dokumen DIPA/Dokumen Lain Yang Dipersamakan ;
4) Pengesahan
Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP) ;
c. Seksi Bank/Giro
Pos antara lain meliputi :
1) Penyediaan/Penihilan
Dana dalam rangka Treasury Single
Account (TSA);
2) Penatausahaan
Penerimaan Negara melalui Modul Penerimaan Negara (MPN) ;
3) Penerbitan
Konfirmasi Surat Setoran ;
4) Penyusunan
Pertanggungjawaban Penerimaan dan Pengeluaran Negara ;
5) Penerbitan
Laporan Kas Posisi (LKP) ;
d. Seksi Verifikasi dan Akuntansi antara lain meliputi :
1) Rekonsiliasi
Tingkat KPPN ;
2) Penerbitan
Surat Teguran/Peringatan Belum Melakukan Rekonsiliasi :
3) Penyusunan
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) ;
4) Penerbitan
Surat Keterangan Telah Dibukukan (SKTB) ;
5) Penerbitan
Surat Keputusan Persetujuan Pembayaran Pengembalian Pendapatan (SKP4) ;
B. Deskripsi dan Analisis Data
Deskripsi data merupakan penjelasan
mengenai data yang telah didapatkan dari hasil penelitian lapangan. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan teori menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan
(2007:85). Teori ini menjelaskan bahwa koordinasi adalah kegiatan mengarahkan,
mengintegrasikan, dan mengkordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan
pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif sehingga data yang diperoleh berbentuk kata dan kalimat dari hasil
wawancara, hasil observasi lapangan, dan dokumentasi.
C. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang sudah
dilakukan dengan teknik wawancara, observasi dan triangulasi dapat dikembangkan
data hasil penelitian sebagai berikut :
1. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Pokok
dan Fungsi di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarmasin
a. Bahwa dalam rangka meningkatkan
efektifitas, efisiensi, dan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal
Perbendaharaanserta sebagai pelaksanaan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
139/PMK.01/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedures) di
Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 55/PM.01/2007, telah disusun dan ditetapkan Standar
Prosedur Operasi/Standard Operating
Procedures Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
b. Bahwa dengan telah ditetapkannya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Instansi Vertikal Direktoral Jenderal Perbendaharaan, perlu dilakukan
penyempurnaan terhadap Standar Prosedur Operasi/Standard Operating Procedures Direktorat Jenderal Perbendaharaan
dimaksud;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Direktur
Jenderal Perbendaharaan tentang Standar Prosedur Operasi/Standard Operating Procedures di Lingkungan Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
Standar Prosedur Operasi/Standard Operating Procedures di
Lingkungan Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana
tersebut dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini, yang
selanjutnya disebut dengan SOP Instansi Vertikal Direktorat Jenderal
Perbendaharaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
SOP Instansi Vertikal Direktorat
Jenderal Perbendaharaan digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan
fungsi unit-unit di Lingkungan Instansi Vertikal DirektoratJenderal Perbendaharaan,
yang terdiri dari :
a. SOP Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan;
b. SOP Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara;
c. SOP Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara Khusus Jakarta VI;
d. SOP Layanan Filial/Mobile Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara;
Agar SOP Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan
monitoring dan evaluasi secara periodic.
Setiap perubahan atas SOP Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan terlebih dahulu mendapat
rekomendasi Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan.
Dengan berlakunya Keputusan Direktur
Jenderal Perbendaharaan ini, Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
KEP-297/PB/2007 tentang Standar Prosedur Operasi/Standard Operating Procedures di Lingkungan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Keputusan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Salinan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini
disampaikan kepada:
a. Menteri Keuangan
b. Sekretaris Jenderal, para Direktur
Jenderal, Inspektur Kementerian Keuangan
c. Sekretaris, Para Direktur, dan Para
Kepala Bagian di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan
d. Para Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
e. Para Kepala KANTOR Pelayanan
Perbendaharaan Negara
2. Reformasi Birokrasi Direktorat
Jenderal Perbendaharaan
Reformasi birokrasi yang digulirkan ditujukan untuk menjawab tantangan ke depan
yang antara lain organisasi pemerintahan harus dikelola secara efisien. Sumber
Daya Manusia (SDM) yang bekerja produktif, Peralatan dan
Mesin yang memadai serta diiringi kemajuan Teknologi Informasi (TI) dapat dimanfaatkan untuk
mendukung langkah birokrasi modern, sehingga dapat memberikan pelayanan lebih
baik kepada masyarakat. Sinergi dari beberapa unsur tersebut diharapkan dapat
mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (Good Governance).
Aparatur negara merupakan salah satu
pilar dalam mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance) bersama dunia usaha (coorporate governance) dan masyarakat (civil society).
Ketiga unsur tersebut harus berjalan selaras dan serasi dengan peran dan
tanggung jawab masing-masing.
Dalam rangka mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik, Kementerian Keuangan membentuk suatu kantor pelayanan
di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memberikan pelayanan
prima secara cepat,tepat, akurat, tanpa biaya dan penyelesaiannya dilaksanakan
secara transparan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) Banjarbaru merupakan salah satu KPPN di
Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang turut mendukung program Reformasi Birokrasi di
Kementerian Keuangan khususnya di Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
perumusan masalah penelitian yaitu Bagaimana Koordinasi
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarbaru, maka peneliti menyimpulkan bahwa Koordinasi di
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarbaru ini
menggunakan metode kualitatif. Dalam teorinya Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan
(2007:85). Teori ini menjelaskan bahwa koordinasi adalah kegiatan mengarahkan,
mengintegrasikan, dan mengkordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan
pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
B. Saran
Berdasarkan
kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian di atas, maka peneliti
memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan
bagi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Banjarmasin khususnya
dalam Penerbitan KIPS. Adapun saran-saran tersebut yaitu :
1. Lebih
memperhatikan koordinasi yang tepat sesuai dengan SOP yang sudah di turunkan
oleh Direkturat Jenderal Perbendaharaan dan diarahkan secara intens serta
diarahkan kepada seksi/bagian yang terkait dengan Penerbitan KIPS itu sendiri
sehingga pelaksanaannya sesuai dengan SOP.
2. Meningkatkan
pengetahuan setiap pegawai mengenai SOP dari setiap seksi/bagian yang ada di
KPPN Serang, terkadang tidak setiap pegawai mengetahui bagaimana bunyi dan isi
dari SOP terkait dengan tugas pokok dan fungsi yang seharusnya berjalan sesuai
dengan SOP yang sudah dikeluarkan.
3. Meskipun
tidak menjadi suatu masalah yang besar dengan adanya pelaksanaan yang bukan
pada tempatnya yaitu Penerbitan KIPS yang seharusnya berada di Sub Bagian Umum
namun yang terjadi di lapangan Penerbitan KIPS berada di Seksi MSKI, ada
baiknya jika Penerbitan KIPS ini seharusnya beradai di Sub Bagian Umum karena
meninjau dari Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan mengenai SOP bahwa
Penerbitan KIPS berada seharusnya di Sub Bagian Umum.
DAFTAR PUSTAKA
Umam, Khaerul. 2010. Perilaku Organisasi, Bandung : CV
Pustaka Setia.
Hasibuan, Malayu. 2010. Organisasi dan Motivasi, Jakarta : Bumi
Aksara.
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik, Bandung :
Alfabeta.
Sugiono, 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung
: Alfabeta.
Thoha miftah, 2003. Pembinaan Organisasi, Jakara : PT Raja
Grafindo Persada.
Belum ada tanggapan untuk "CONTOH MPA"
Post a Comment