A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan radang
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli
dan rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia lobaris maupun
lobularis / bronchopneumonia.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang
terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh
dunia. Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 yang
dilakukan Departemen Kesehatan, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi akut
saluran nafas, merupakan penyakit yang banyak dijumpai.
Pneumonia adalah
proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli. Pneumonia
adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi
akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)
B. Etiologi
Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme, akan tetapi dapat juga oleh bahan-bahan lain,
sehingga dikenal:
1.
Lipid pneumonia : oleh karena
aspirasi minyak mineral
2.
Chemical pneumonitis : inhalasi
bahan-bahan organic atau uap kimia seperti berilium
3.
Extrinsik Allergik Alveolitis :
inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung allergen, seperti debu dare
parik-pabrik gula yang mengandung spora dare actynomicetes thermofilik.
4.
Drug Reaction Pneumonitis :
nitrofurantion, busulfan, methotrexate
5.
Pneumonia karena radiasi sinar
rontgen
6.
Pneumonia yang sebabnya tidak
jelas : desquamative interstitial pneumonia, eosinofilik pneumonia
7.
Microorganisma
GROUP
|
PENYEBAB
|
TYPE PNEUMONIA
|
Bacteri
Aktinomyctes
Fungi
Riketsia
Klamidia
Mikoplasma
Virus
Protozoa
|
Streptococcos pneumonia
Streptococcus piogenes
Stafilococcus aureus
Klebsiella pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus
A. Israeli
Nokardia asteroids
Kokidioides imitis
Histoplasma kapsulatum
Blastomises dermatitidis
Aspergillus
Fikomisetes
Koksiella Burnetty
Chlamidia psittaci
Mikoplasma pneumonia
Infulensa virus, adenovirus respiratory syncytial
Pneumosistis karini
|
Pneumonia bacteri
Legionnaires disease
Aktinomikosis pulmonal
Nokardiosis pulmonal
Kokidioidomikosis
Histoplasmosis
Blastomikosis
Aspergilosis
Mukormikosis
Q Fever
Psitakosis,Ornitosis
Pneumonia mikoplasmal
Pneumonia virus
Pneumonia pneumistis (pneumonia plasma sel)
|
C. PATOFISIOLOGI
Pneumonia bakterial menyerang
baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh
pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu
gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih,
kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang
biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena
sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau
alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena
yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar
ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau
dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan
tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.
Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia
yang berkaitan dengan mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit
Legionnaires’. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom
pneumonia atipikal.
Pneumonia mikoplasma adalah penyebab
pneumonia atipikal primer yang paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil
yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini
tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma
paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.
Pneumonia kemungkinan ditularkan
oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui kontak dari individu ke
individu. Pasien dapat diperiksa terhadap
antibodi mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada
interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini menyebar ke seluruh saluran
pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri
bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang umum
terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik
dalam ventilasi maupun difusi seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.
D. MANIFESTASI
KLINIK
Pneumonia
bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam
yang timbul dengan cepat (39,5oC ¬¬¬sampai 40,5oC), dan nyeri dada yang terasa
ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit
dengan takipnea sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan
pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot
aksesori pernapasan.
Pneumonia atipikal beragam dalam
gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Banyak pasien mengalami infeksi
saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan awitan gejala
pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat
rendah, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari,
sputum mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
Nadi
cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar 10
kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relatif
untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi
mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.
Pada banyak kasus pneumonia, pipi
berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang
kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak di tempat tidur dengan
condong ke arah depan, mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang adekuat tanpa
mencoba untuk batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat.
Sputum purulen dan bukan merupakan indikator yang dapat dipercaya dari
etiologi. Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia
pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia Klebsiella
sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H. influenzae
biasanyaberwarnahijau.
Tanda-tanda lain terjadi pada
pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau pada mereka yang menjalani
pengobatan dengan imunosupresan, yang menurunkan daya tahan terhadap infeksi
dan terhadap organisme yang sebelumnya tidak dianggap patogen serius. Pasien
demikian menunjukkan demam, krekles, dan temuan fisik yang menandakan area
solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus
taktil, perkusi pekak, bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni
(bunyi mengembik yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan
yang terauskultasi melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi
ditransmisikan lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi)
ketimbang melalui jaringannormal.
Pada pasien lansia atau mereka dengan
PPOM, gejala-gejala dapat berkembang secara tersembunyi. Sputum purulen mungkin
menjadi satu-satunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk
mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena mereka telah
mengalami gangguan fungsi paru yang serius.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Radiologis Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar
dengan gambaran air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus
pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain
staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial
disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal
lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada
pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas
sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah
dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
F. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
Gejala:
Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi,
penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Sirkulasi
Gejala: Riwayat
adany/GJK kronis.
Tanda:
Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
Integritas
ego
Gejala:
Banyaknya stresor, masalah finansial.
Makanan/cairan
Gejala:
Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi
abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi).
Neurosensori
Gejala: Sakit
kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan
mental (bingung, somnolen).
Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit
kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal
(influenza), mialgia, artralgia.
Tanda:
Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan).
Pernapasan
Gejala: Riwayat
adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea progresif, pernapasan
dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum:
merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang konsolidasi,
fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan
friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat,
atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
Keamanan
Gejala: Riwayat
gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau kemoterapi,
institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38,
5-39,6oC).
Tanda:
Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus
rubeola atau varisela.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat
mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan:
DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana
pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan
rumah, oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan
napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan
pertukaran gas b/d pneumonia.
3. Intoleransi
aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
4. Nyeri akut
b/d inflamasi parenkim paru.
5. Nutrisi
kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi.
6. Risiko
kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas
mulut/hiperventilasi, muntah).
H. INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan
napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
Intervensi :
1) Kaji
frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R/ Takipnea, pernapasan dangkal, dan
gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan
dinding dada dan/atau cairan paru.
2) Auskultasi
area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis: krekels,
mengi.
R/ Penurunan
aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkial (normal pada
bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau ekspirasi pada
respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan
napas/obstruksi.
3) Bantu pasien
latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, mis:
menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
R/ Napas dalam
memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah
mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan
jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
4) Lakukan
penghisapan sesuai indikasi.
R/ Merangsang
batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu
melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
5) Berikan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat
daripada dingin.
R/ Cairan
(khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
6) Kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesik.
R/ Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik
diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi
harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan
pernapasan.
2. Gangguan
pertukaran gas b/d pneumonia.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1)
Kaji
frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
R/
Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru
dan status kesehatan umum.
2)
Observasi
warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku)
atau sianosis sentral (sirkumoral).
R/
Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar
mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3)
Awasi
suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam
dan menggigil, mis: selimut tambahan, suhu ruangan nyaman, kompres hangat atau
dingin.
R/
Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial dan influenza) sangat meningkatkan
kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
4)
Tinggikan
kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler atau semi fowler), napas dalam
dan batuk efektif.
R/ Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran
sekret untuk memperbaiki ventilasi.
5)
Berikan
terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong, masker, masker Venturi.
R/ Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. Oksigen
diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi
pasien.
6)
Awasi
GDA, nadi oksimetri.
R/ Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
3.
Intoleransi
aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
Tujuan: Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital
dalam rentang normal.
Intervensi:
1)
Evaluasi
respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
R/ Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2)
Berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
R/ Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3)
Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan
respons individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan
pernapasan.
4)
Bantu
pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
R/
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke
depan meja atau bantal.
5)
Bantu
aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
4.
Nyeri
akut b/d inflamasi parenkim paru.
Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang
tepat.
Intervensi:
1)
Tentukan
karakteristik nyeri, mis: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan
karakter/lokasi/intensitas nyeri.
R/ Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga dapat
timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2)
Pantau
tanda vital.
R/ Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami
nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
3)
Berikan
tindakan nyaman, mis: pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
R/ Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
4)
Tawarkan
pembersihan mulut dengan sering.
R/ Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan
membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5)
Anjurkan
dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
R/ Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
6)
Berikan
analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
R/ Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non-produktif/paroksismal atau
menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
5.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap
demam dan proses infeksi.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/ meningkatkan
berat badan, menyatakan perasaan sejahtera.
Intervensi:
1)
Pantau:
presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, timbang BB tiap
hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.
R/ Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.
2)
Berikan
wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Bartikan/bantu
kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan aerosol dan drainase
postural, dan sebelum makan.
R/ Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual.
3)
Rujuk
kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi selama sakit panas.
R/ Ahli diet ialah spesialisasi dalam hal nutrisi yang dapat membantu pasien
memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan nutrisi sesuai dengan
keadaan sakitnya, usia, tinggi dan berat badannya.
4)
Berikan
makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan makanan yang menarik
untuk pasien.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan dan memerlukan lebih sedikit energi.
6.
Risiko
kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat
banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual
yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler
cepat, tanda vital stabil.
Intervensi:
1)
Kaji
perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia,
hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan
kehilangan cairan melalui evaporasi, TD ortostatik berubah dan peningkatan
takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2)
Kaji
turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut
mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3)
Pantau
masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan.
Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
penggantian.
4)
Tekankan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi individual.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5)
Berikan
cairan tambahan IV sesuai keperluan.
R/ Adanya penurunan masukan/banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat memperbaiki/mencegah
kekurangan.
6)
Lapor
dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau bertambah berat.
R/ Merupakan tanda-tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai timbulnya
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E. (1993). Rencana Asuhan
keperawatan. Edisi 3.Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare,
B.G. (2002). Keperawatan Medikal-bedah Brunner & Sudarth. Edisi 8. Vol 3.
Jakarta: EGC.
Suyono, Slamet. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI
: Jakarta
Belum ada tanggapan untuk "LAPORAN PENDAHULUAN CAP (Community Acquired Pneunomia)"
Post a Comment