BAB I Pendahuluan
A.
Latar belakang
Korupsi
di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap
lestari sekalipun diharamkan oleh aturan
hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang
silih berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila
disederhanakan penyebab korupsi meliputi
dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal
adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar.
Faktor
internal terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, rasa
malu, aspek sikap atau perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial
seperti keluarga yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku korup. Faktor eksternal bisa dilacak dari
aspek ekonomi misalnya pendapatan atau gaji tidak mencukupi kebutuhan, aspek
politis misalnya instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan
mempertahankan kekuasaan, aspek managemen & organisasi yaitu ketiadaan
akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum,
terlihat dalam buruknya wujud perundang-undangan dan lemahnya
penegakkan hukum serta aspek sosial yaitu lingkungan atau masyarakat yang
kurang mendukung perilaku anti korupsi.
B.
Perumusan Masalah
1.
Pengertian korupsi
2.
Faktor penyebab korupsi
3.
Dampak masif korupsi
4.
Cara mengatasi korupsi
BAB II
TEORI
A. Definisi Korupsi
Kata
“korupsi” berasal dari bahasa Latin
“corruptio” atau “corruptus”. Selanjutnya dikatakan bahwa
“corruptio” berasal dari kata
“corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin
tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption”
(Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara
harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Istilah korupsi yang telah diterima
dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat
disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”. Pengertian lainnya,
“perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya”. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa :
1. Korup artinya busuk, suka menerima
uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan
sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan;
3. Koruptor artinya orang yang
melakukan korupsi. Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk,
jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut
sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan
instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio
dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie
adalah korupsi, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan
negara. Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers,
menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut
masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan
yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang
berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are
often labeled corrupt”.
B. FAKTOR PENYEBAB KORUPSI
Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri pelaku atau dari luar pelaku.
Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa
ketika perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik
yang masih “mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan uang
dan korupsi “Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh pejabat
kemudian `terpaksa` korupsi kalau sudah menjabat”.
Nur Syam memberikan pandangan bahwa
penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia
materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi
kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh
melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi.
Dengan demikian, jika menggunakan
sudut pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi
adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang
salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Pandangan lain
dikemukakan oleh Arifin yang mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya
korupsi antara lain: (1) aspek perilaku individu (2) aspek organisasi, dan (3)
aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada.
Terhadap aspek perilaku individu,
Isa Wahyudi memberikan gambaran, sebab-sebab seseorang melakukan korupsi dapat
berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai
keinginan, niat, atau kesadaran untuk melakukan. Lebih jauh disebutkan sebab-sebab manusia
terdorong untuk melakukan korupsi antara lain : (a) sifat tamak manusia, (b)
moral yang kurang kuat menghadapi godaan,
(c) gaya hidup konsumtif, (d) tidak mau (malas) bekerja keras.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat
di atas, Erry Riyana Hardjapamekas menyebutkan tingginya kasus korupsi di
negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) Kurang keteladanan dan
kepemimpinan elite bangsa, (2) Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil, (3)
Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan,
(4) Rendahnya integritas dan profesionalisme, (5) Mekanisme pengawasan internal
di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan, (6) Kondisi
lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan (7) Lemahnya
keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.
Secara umum faktor penyebab korupsi
dapat terjadi karena faktor politik,
hukum dan ekonomi, sebagaimana dalam
buku berjudul Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi yang mengidentifikasikan
empat faktor penyebab korupsi yaitu
faktor politik, faktor hukum,
faktor ekonomi dan birokrasi serta
faktor transnasional.
Dari beberapa uraian di atas, tindak
korupsi pada dasarnya bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi
menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa
dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi
lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan
demikian secara garis besar penyebab korupsi
dapat dikelompokan menjadi dua
yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
1. Faktor internal, merupakan faktor
pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat dirinci menjadi:
a. Aspek Perilaku Individu
1) Sifat tamak/rakus manusia.
Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka
membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah
berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur
penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu
sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya.
2) Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda
untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
3) Gaya hidup yang konsumtif.
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup
seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan
yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan
untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan
korupsi.
b. Aspek Sosial
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum
behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan
dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang
sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan
dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan
kekuasaannya.
2. Faktor eksternal, pemicu perilaku
korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku.
a.
Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
1)
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak
korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat
tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
Oleh karena itu sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak
korupsi terjadi karena :
a)
Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi.
Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat
menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali
membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu
didapatkan.
b)
Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi
adalah masyarakat sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi,
sosok yang paling dirugikan adalah negara. Padahal bila negara merugi,
esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga, karena proses anggaran
pembangunan bisa berkurang sebagai akibat
dari perbuatan korupsi.
c)
Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi.
Setiap perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang
disadari oleh masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat
pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak
disadari.
d)
Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah
dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan
pemberantasan. Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi
adalah tanggung jawab pemerintah semata. Masyarakat kurang menyadari bahwa
korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
b.
Aspek ekonomi
Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang
kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal
ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan
pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
c.
Aspek Politis
Menurut Rahardjo bahwa kontrol sosial adalah suatu proses
yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai
dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan
menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara
sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui
lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan
demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan
kekuasaan sangat potensi menyebabkan
perilaku korupsi
C.
Dampak Masif Korupsi
Korupsi tidak hanya berdampak
terhadap satu aspek kehidupan saja.
Korupsi menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa
dan negara. Meluasnya praktik korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi
ekonomi bangsa, misalnya harga barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk,
akses rakyat terhadap pendidikan dan kesehatan menjadi sulit, keamanan suatu
negara terancam, kerusakan lingkungan hidup, dan citra pemerintahan yang buruk
di mata internasional sehingga menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik
modal asing, krisis ekonomi yang berkepanjangan, dan negara pun menjadi semakin
terperosok dalam kemiskinan. Berbagai dampak masif korupsi yang merongrong berbagai aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara akan diuraikan di bawah ini.
1.
Dampak Ekonomi
Korupsi
memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction
effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam
sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Mauro
menerangkan hubungan antara korupsi dan ekonomi. Menurutnya korupsi memiliki
korelasi negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan
pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan. Hal ini
merupakan bagian dari inti ekonomi makro. Kenyataan bahwa korupsi memiliki
hubungan langsung dengan hal ini mendorong pemerintah berupaya menanggulangi
korupsi, baik secara preventif, represif maupun kuratif.
Di sisi
lain meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa,
yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi
terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun
disertai dengan maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif
misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru memberikan
negatif value added bagi perekonomian
secara umum. Misalnya, anggaran perusahaan yang sebaiknya diputar dalam
perputaran ekonomi, justru dialokasikan untuk birokrasi yang ujung-ujungnya
terbuang masuk ke kantong pribadi pejabat. Berbagai macam permasalahan ekonomi
lain akan muncul secara alamiah apabila korupsi sudah merajalela dan berikut
ini adalah hasil dari dampak ekonomi yang akan terjadi, yaitu:
a.
Lesunya Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
Korupsi bertanggung jawab terhadap
lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi dalam negeri. Korupsi juga
mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan
yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Penanaman modal yang dilakukan oleh
pihak dalam negeri (PMDN) dan asing (PMA) yang semestinya bisa digunakan untuk
pembangunan negara menjadi sulit sekali terlaksana, karena permasalahan
kepercayaan dan kepastian hukum dalam melakukan investasi, selain masalah
stabilitas. Dari laporan yang diberikan oleh PERC (Political and Economic Risk
Consultancy) pada akhirnya hal ini akan
menyulitkan pertumbuhan investasi di Indonesia, khususnya investasi asing
karena iklim yang ada tidak kondusif. Hal ini jelas karena terjadinya tindak
korupsi yang sampai tingkat mengkhawatirkan yang secara langsung maupun tidak
mengakibatkan ketidakpercayaan dan ketakutan pihak investor asing untuk
menanamkan investasinya ke Indonesia.
Kondisi negara yang korup akan
membuat pengusaha multinasional meninggalkannya, karena investasi di negara
yang korup akan merugikan dirinya karena memiliki ‘biaya siluman’ yang tinggi.
Dalam studinya, Paulo Mauro mengungkapkan dampak korupsi pada pertumbuhan
investasi dan belanja pemerintah bahwa korupsi secara langsung dan tidak langsung
adalah penghambat pertumbuhan investasi. Berbagai organisasi ekonomi dan
pengusaha asing di seluruh dunia menyadari bahwa suburnya korupsi di suatu
negara adalah ancaman serius bagi investasi yang ditanam.
b.
Penurunan Produktifitas
Dengan semakin lesunya pertumbuhan
ekonomi dan investasi, maka tidak dapat disanggah lagi, bahwa produktifitas
akan semakin menurun. Hal ini terjadi seiring dengan terhambatnya sektor
industri dan produksi untuk bisa berkembang lebih baik atau melakukan
pengembangan kapasitas. Penurunan produktifitas ini juga akan menyebabkan
permasalahan yang lain, seperti tingginya angka PHK dan meningkatnya angka
pengangguran. Ujung dari penurunan produktifitas ini adalah kemiskinan
masyarakat.
c.
Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa Bagi Publik
Ini adalah sepenggal kisah sedih
yang dialami masyarakat kita yang tidak perlu terjadi apabila kualitas jalan
raya baik sehingga tidak membahayakan pengendara yang melintasinya. Hal ini
mungkin juga tidak terjadi apabila tersedia sarana angkutan umum yang baik,
manusiawi dan terjangkau. Ironinya pemerintah dan departemen yang bersangkutan
tidak merasa bersalah dengan kondisi yang ada, selalu berkelit bahwa mereka
telah bekerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Rusaknya jalan-jalan, ambruknya
jembatan, tergulingnya kereta api, beras murah yang tidak layak makan, tabung
gas yang meledak, bahan bakar yang merusak kendaraan masyarakat, tidak layak
dan tidak nyamannya angkutan umum, ambruknya bangunan sekolah, merupakan
serangkaian kenyataan rendahnya kualitas barang dan jasa sebagai akibat
korupsi. Korupsi menimbulkan berbagai kekacauan di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek lain yang mana sogokan dan upah
tersedia lebih banyak.
Pejabat birokrasi yang korup akan
menambah kompleksitas proyek tersebut untuk menyembunyikan berbagai praktek
korupsi yang terjadi. Pada akhirnya korupsi berakibat menurunkan kualitas
barang dan jasa bagi publik dengan cara mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, syarat-syarat material dan produksi, syarat-syarat
kesehatan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
d.
Menurunnya Pendapatan Negara Dari Sektor Pajak
Sebagian besar negara di dunia ini
mempunyai sistem pajak yang menjadi perangkat penting untuk membiayai
pengeluaran pemerintahnya dalam menyediakan barang dan jasa publik, sehingga
boleh dikatakan bahwa pajak adalah sesuatu yang penting bagi negara. Di
Indonesia, dikenal beberapa jenis pajak seperti Pajak penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai (BM), dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).
Pajak berfungsi sebagai stabilisasi
harga sehingga dapat digunakan untuk mengendalikan inflasi, di sisi lain pajak
juga mempunyai fungsi redistribusi pendapatan, di mana pajak yang dipungut oleh
negara selanjutnya akan digunakan untuk pembangunan, dan pembukaan kesempatan
kerja yang pada akhirnya akan menyejahterakan masyarakat. Pajak sangat penting
bagi kelangsungan pembangunan negara dan kesejahteraan masyarakat juga pada
akhirnya.
Kondisi penurunan pendapatan dari
sektor pajak diperparah dengan kenyataan bahwa banyak sekali pegawai dan pejabat
pajak yang bermain untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan memperkaya diri
sendiri. Kita tidak bisa membayangkan apabila ketidakpercayaan masyarakat
terhadap pajak ini berlangsung lama, tentunya akan berakibat juga pada
percepatan pembangunan, yang rugi juga masyarakat sendiri, inilah letak
ketidakadilan tersebut.
e.
Meningkatnya Hutang Negara
Kondisi perekonomian dunia yang
mengalami resesi dan hampir melanda semua negara termasuk Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa, memaksa negara-negara tersebut untuk melakukan hutang
untuk mendorong perekonomiannya yang sedang melambat karena resesi dan menutup
biaya anggaran yang defisit, atau untuk membangun infrastruktur penting.
Bagaimana dengan hutang Indonesia?
Korupsi yang terjadi di Indonesia
akan meningkatkan hutang luar negeri yang semakin besar. Dari data yang diambil
dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutang, Kementerian Keuangan RI,
disebutkan bahwa total hutang pemerintah per 31 Mei 2011 mencapai US$201,07
miliar atau setara dengan Rp. 1.716,56 trilliun, sebuah angka yang fantastis.
Hutang tersebut terbagi atas dua sumber, yaitu pinjaman sebesar US$69,03 miliar
(pinjaman luar negeri US$68,97 miliar) dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar
US$132,05 miliar. Berdasarkan jenis mata uang, utang sebesar US$201,1 miliar
tersebut terbagi atas Rp956 triliun, US$42,4 miliar, 2.679,5 miliar Yen dan 5,3
miliar Euro. Posisi utang pemerintah terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada
2009, jumlah utang yang dibukukan pemerintah sebesar US$169,22 miliar (Rp1.590,66
triliun). Tahun 2010, jumlahnya kembali naik hingga mencapai US$186,50 miliar
(Rp1.676,85 triliun). Posisi utang
pemerintah saat ini juga naik dari posisi per April 2011 yang sebesar US$197,97
miliar. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp6.422,9 triliun, maka
rasio utang Indonesia tercatat sebesar 26%.
Sementara untuk utang swasta, data
Bank Indonesia (BI) menunjukkan jumlah nilai utang pihak swasta naik pesat dari
US$73,606 miliar pada 2009 ke posisi US$84,722 miliar pada kuartal I 2011 atau
setara 15,1%. Secara year on year (yoy) saja, pinjaman luar negeri swasta telah meningkat 12,6% atau naik dari
US$75,207 pada kuartal I 2010. Dari total utang pada tiga bulan pertama tahun
ini, utang luar negeri swasta mayoritas disumbang oleh pihak non-bank sebesar
US$71,667 miliar dan pihak bank sebesar US$13,055 miliar (www.metronews.com
/read/news/ 2011,14 Juni 2011).
Bila melihat kondisi secara umum,
hutang adalah hal yang biasa, asal digunakan untuk kegiatan yang produktif
hutang dapat dikembalikan. Apabila hutang digunakan untuk menutup defisit yang
terjadi, hal ini akan semakin memperburuk keadaan. Kita tidak bisa membayangkan
ke depan apa yang terjadi apabila hutang negara yang kian membengkak ini
digunakan untuk sesuatu yang sama sekali tidak produktif dan dikorupsi secara
besar-besaran.
2. Dampak Sosial dan Kemiskinan
Masyarakat
Bagi
masyarakat miskin korupsi mengakibatkan
dampak yang luar biasa dan saling bertaut satu sama lain. Pertama,
dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin yakni semakin mahalnya jasa
berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas pelayanan, dan pembatasan akses
terhadap berbagai pelayanan vital seperti air, kesehatan, dan pendidikan.
Kedua, dampak tidak langsung terhadap orang miskin yakni pengalihan sumber daya
milik publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya
diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin, melalui pembatasan
pembangunan. Hal ini secara langsung memiliki pengaruh kepada langgengnya
kemiskinan.
a. Mahalnya Harga Jasa dan Pelayanan
Publik
Praktek korupsi yang terjadi
menciptakan ekonomi biaya tinggi. Beban yang ditanggung para pelaku ekonomi
akibat korupsi disebut high cost economy. Dari istilah pertama di atas terlihat
bahwa potensi korupsi akan sangat besar terjadi di negara-negara yang
menerapkan kontrol pemerintah secara ketat dalam praktek perekonomian alias
memiliki kekuatan monopoli yang besar, karena rentan sekali terhadap
penyalahgunaan. Yang disalahgunakan adalah perangkat-perangkat publik atau
pemerintahan dan yang diuntungkan adalah kepentingan-kepentingan yang bersifat
pribadi.
b. Pengentasan Kemiskinan Berjalan
Lambat
Jumlah penduduk miskin (hidup di
bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2013 mencapai 30,02 juta orang (12,49
persen), turun 1,00 juta orang (0,84 persen) dibandingkan dengan penduduk
miskin pada Maret 2012 yang sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Selama
periode Maret 2012-Maret 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 0,05
juta orang (dari 11,10 juta orang pada Maret 2012 menjadi 11,05 juta orang pada Maret
2013), sementara di daerah perdesaan
berkurang sekitar 0,95 juta orang (dari 19,93 juta orang pada Maret 2012 menjadi 18,97 juta orang pada Maret
2013).
c. Terbatasnya Akses Bagi Masyarakat
Miskin
Korupsi yang telah menggurita dan
terjadi di setiap aspek kehidupan mengakibatkan high-cost economy, di mana
semua harga-harga melambung tinggi dan semakin tidak terjangkau oleh rakyat
miskin. Kondisi ini mengakibatkan rakyat miskin semakin tidak bisa mendapatkan
berbagai macam akses dalam kehidupannya. Harga bahan pokok seperti beras, gula,
minyak, susu dan sebagainya saat ini sangat tinggi. Kondisi ini mengakibatkan
penderitaan khusunya bagi bayi dan anak-anak karena ketercukupan gizinya
kurang. Untuk mendapatkan bahan pokok ini rakyat miskin harus mengalokasikan
sejumlah besar uang dari sedikit pendapatan yang dimilikinya.
d. Meningkatnya Angka Kriminalitas
Dampak korupsi, tidak diragukan lagi
dapat menyuburkan berbagai jenis kejahatan dalam masyarakat. Melalui praktik
korupsi, sindikat kejahatan atau penjahat perseorangan dapat leluasa melanggar
hukum, menyusupi berbagai oraganisasi negara dan mencapai kehormatan. Semakin
tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatan.
Menurut Transparency International, terdapat
pertalian erat antara korupsi dan kualitas serta kuantitas kejahatan. Rasionya,
ketika korupsi meningkat, angka
kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika korupsi berhasil
dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law
enforcement) juga meningkat. Jadi bisa dikatakan, mengurangi korupsi dapat juga
(secara tidak langsung) mengurangi kejahatan lain dalam masyarakat.
e. Solidaritas Sosial Semakin Langka
dan Demoralisasi
Korupsi yang begitu masif yang
terjadi membuat masyarakat merasa tidak mempunyai pegangan yang jelas untuk
menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Kepastian masa depan yang tidak jelas serta himpitan hidup yang semakin
kuat membuat sifat kebersamaan dan kegotong-royongan yang selama ini dilakukan
hanya menjadi retorika saja.
Masyarakat semakin lama menjadi
semakin individualis yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan keluarganya
saja. Mengapa masyarakat melakukan hal ini dapat dimengerti, karena memang
sudah tidak ada lagi kepercayaan kepada pemerintah, sistem, hukum bahkan antar
masyarakat sendiri.Orang semakin segan membantu sesamanya yang terkena musibah
atau bencana, karena tidak yakin bantuan yang diberikan akan sampai kepada yang
membutuhkan dengan optimal. Ujungnya mereka yang terkena musibah akan semakin
menderita.
3. Dampak Terhadap Politik dan
Demokrasi
a.
Munculnya Kepemimpinan Korup
Kondisi politik yang carut marut dan
cenderung sangat koruptif menghasilkan masyarakat yang tidak demokratis. Perilaku koruptif dan tindak korupsi
dilakukan dari tingkat yang paling bawah.
Konstituen di dapatkan dan berjalan karena adanya suap yang diberikan
oleh calon-calon pemimpin partai, bukan karena simpati atau percaya terhadap
kemampuan dan kepemimpinannya. Hubungan transaksional sudah berjalan dari hulu
yang pada akhirnya pun memunculkan pemimpin yang korup juga karena proses yang
dilakukan juga transaksional. Masyarakat juga seolah-olah digiring untuk
memilih pemimpin yang korup dan diberikan mimpi-mimpi dan janji akan
kesejahteraan yang menjadi dambaan rakyat sekaligus menerima suap dari calon
pemimpin tersebut.
b.
Hilangnya Kepercayaan Publik pada Demokrasi
Demokrasi yang diterapkan di
Indonesia sedang menghadapi cobaan berat yakni berkurangnya kepercayaan
masyarakat terhadap demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya tindak korupsi besar-besaran
yang dilakukan oleh petinggi pemerintah, legislatif atau petinggi partai
politik. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya kepercayaan
publik terhadap pemerintahan yang sedang berjalan.
c.
Menguatnya Plutokrasi
Korupsi yang sudah menyandera
pemerintahan pada akhirnya akan menghasilkan konsekuensi menguatnya plutokrasi
(sitem politik yang dikuasai oleh pemilik modal/kapitalis) karena sebagian
orang atau perusahaan besar melakukan ‘transaksi’ dengan pemerintah, sehingga
pada suatu saat merekalah yang mengendalikan dan menjadi penguasa di negeri
ini.
Perusahaan-perusahaan besar ternyata
juga ada hubungannya dengan partai-partai yang ada di kancah perpolitikan
negeri ini, bahkan beberapa pengusaha besar menjadi ketua sebuah partai politik.
Tak urung antara kepentingan partai dengan kepentingan perusahaan menjadi
sangat ambigu.
d.
Hancurnya Kedaulatan Rakyat
Dengan semakin jelasnya plutokrasi
yang terjadi, kekayaan negara ini hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu
bukan oleh rakyat yang seharusnya. Perusahaan besar mengendalikan politik dan
sebaliknya juga politik digunakan untuk keuntungan perusahaan besar.Bila kita
melihat sisi lain politik, seharusnya kedaulatan ada di tangan rakyat. Namun
yang terjadi sekarang ini adalah kedaulatan ada di tangan partai politik,
karena anggapan bahwa partailah bentuk representasi rakyat.
4. DAMPAK TERHADAP PENEGAKAN HUKUM
a.
Fungsi Pemerintahan Mandul
Korupsi telah mengikis banyak
kemampuan pemerintah untuk melakukan fungsi yang seharusnya. Bentuk hubungan
yang bersifat transaksional yang lazim dilakukan oleh berbagai lembaga
pemerintahan begitu juga Dewan Perwakilan Rakyat yang tergambar dengan hubungan
partai politik dengan voter-nya,
menghasilkan kondisi yang sangat rentan terhadap terjadinya praktek korupsi.
Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerja suatu
sistem politik atau pemerintahan.
Pada dasarnya, isu korupsi lebih
sering bersifat personal. Namun, dalam manifestasinya yang lebih luas, dampak
korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan juga dapat mencoreng
kredibilitas organisasi tempat si koruptor bekerja. Pada tataran tertentu, imbasnya dapat
bersifat sosial. Korupsi yang berdampak sosial sering bersifat samar,
dibandingkan dengan dampak korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata.
b.
Hilangnya Kepercayaan Rakyat Terhadap Lembaga Negara
Korupsi yang terjadi pada
lembaga-lembaga negara seperti yang terjadi di Indonesia dan marak diberitakan
di berbagai media massa mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
tersebut hilang. Berikut ini lembaga negara yang paling korup menurut Barometer
Korupsi Global (BKG) pada tahun 2009:
1)
Legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat)
2)
Partai Politik
3)
Kepolisian RI
4)
Lembaga Peradilan (Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung)
D. Mengatasi dan Mencegah
Korupsi
1. Nilai & Prinsip Anti Korupsi
Mengacu pada berbagai aspek yang
dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi sebagaimana telah dipaparkan dalam
bab sebelumnya, dapat dikatakan bahwa
penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan penyebab
korupsi yang datangnya dari diri pribadi atau individu, sedangkan faktor
eksternal berasal dari lingkungan atau sistem. Upaya pencegahan korupsi pada
dasarnya dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi kedua
faktor penyebab korupsi tersebut.
Faktor internal sangat ditentukan
oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap
individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran,
kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian,
dan keadilan. Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap
individu untuk dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi.
Untuk mencegah terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti
korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti
korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol
kebijakan dalam suatu organisasi/institusi/masyarakat. Oleh karena itu hubungan
antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.
a.
NILAI-NILAI ANTI KORUPSI
Nilai-nilai anti korupsi yang akan
dibahas meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan,
pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan.
Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat
dijalankan dengan baik.
1)
Kejujuran
Nilai kejujuran dalam kehidupan
sangatlah diperlukan, nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku
dimana-mana. Jika seseorang terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik
pada lingkup keluarga maupun bermasyarakat, maka selamanya orang lain akan
selalu merasa ragu untuk mempercayai orang tersebut. Sebagai akibatnya orang
itu akan selalu mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
2)
Kepedulian
Nilai kepedulian sangat penting bagi
seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. seseorang perlu memiliki rasa
kepedulian terhadap lingkungannya.
3)
Kemandirian
Kondisi mandiri bagi seseorang dapat
diartikan sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada
orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk
masa depannya dimana orang tersebut harus mengatur kehidupannya dan orang-orang
yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang yang tidak
dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain.
4)
Kedisiplinan
Dalam mengatur kehidupan sosial
seseorang perlu hidup disiplin, hidup disiplin tidak berarti harus hidup
seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin di sini adalah
dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk dipergunakan dengan
sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya. Manfaat dari
hidup yang disiplin adalah dapat mencapai tujuan hidupnya dengan waktu yang
lebih efisien. Disiplin juga membuat orang lain percaya dalam mengelola suatu
kepercayaan.
5)
Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah menerima
segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah, baik itu disengaja maupun
tidak disengaja. Tanggung jawab tersebut berupa perwujudan kesadaran akan
kewajiban menerima dan menyelesaikan semua masalah yang telah di lakukan.
Tanggung jawab juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.
6)
Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya
kemauan. Kata ”kemauan” menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya
tahan, tujuan jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian,
ketabahan, keteguhan, tenaga, kekuatan dan pantang mundur. Adalah penting
sekali bahwa kemauan seseorang harus berkembang ke taraf yang lebih tinggi
karena harus menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa menguasai orang
lain.
7)
Sederhana
Gaya hidup merupakan hal yang
penting dalam interaksi dengan masyarakat di sekitar. Gaya hidup sederhana
sebaiknya perlu dikembangkan. Dengan gaya hidup sederhana, seseorang dibiasakan
untuk tidak hidup boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi
semua kebutuhannya. Kerap kali kebutuhan diidentikkan dengan keinginan semata,
padahal tidak selalu kebutuhan sesuai dengan keinginan dan sebaliknya.
Dengan menerapkan prinsip hidup
sederhana, seseorang dibina untuk memprioritaskan kebutuhan di atas
keinginannya. Prinsip hidup sederhana ini merupakan parameter penting dalam
menjalin hubungan antara sesama, karena prinsip ini akan mengatasi permasalahan
kesenjangan sosial, iri, dengki, tamak, egois, dan sikap-sikap negatif lainnya.
8)
Keberanian
Untuk menumbuhkan sikap keberanian,
seseorang dituntut untuk tetap berpegang teguh pada tujuan. Terkadang seseorang
tetap diberikan pekerjaan-pekerjaan yang sukar untuk menambahkan sikap
keberaniannya. Kebanyakan kesukaran dan kesulitan yang paling hebat lenyap karena
kepercayan kepada diri sendiri. Seseorang memerlukan keberanian untuk mencapai
kesuksesan. Tentu saja keberanian ini akan semakin matang diiringi dengan
keyakinannya.
9)
Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil
adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Karakter adil ini perlu
sekali dibina agar dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan
secara adil dan benar. Di dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran-pemikiran
sebagai dasar pertimbangan untuk menghasilkan keputusan akan terus berkembang
seiring dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Setiap orang perlu didorong untuk mencari
pengalaman dan pengetahuan melalui
interaksinya dengan sesama. Dengan demikian seseorang diharapkan dapat
semakin bijaksana dalam mengambil keputusan dimana permasalahannya semakin lama
semakin kompleks atau rumit untuk diselesaikan.
b.
PRINSIP-PRINSIP ANTI-KORUPSI
Setelah memahami nilai-nilai anti
korupsi yang penting untuk mencegah faktor internal terjadinya korupsi, berikut
akan dibahas prinsip-prinsip Anti-korupsi yang meliputi akuntabilitas,
transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan, untuk mencegah
faktor eksternal penyebab korupsi.
1)
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian
antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan
kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun
konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun
pada level lembaga. Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan
dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas
semua kegiatan yang dilakukan.
2)
Transparansi
Salah satu prinsip penting anti
korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena
pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses
kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat
diketahui oleh publik. Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus
kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan.
3)
Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah
prinsip kewajaran, prinsip fairness atau
kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran)
dalam penganggaran, baik dalam bentuk
mark up maupun ketidakwajaran
lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu
komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan
informatif.
4)
Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat
adalah prinsip kebijakan. Pembahasan mengenai prinsip ini ditujukan agar
seseorang dapat mengetahui dan memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini
berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang
dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu
identik dengan undang-undang anti korupsi, namun bisa berupa undang-undang
kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-undang anti
monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus
mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat
negara.
5)
Kontrol kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah
kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat
betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini,
akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self evaluating
organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika pengawasan
di Indonesia. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan
reformasi.
c.
Upaya Pemberantasan Korupsi
Ada yang mengatakan bahwa upaya yang
paling tepat untuk memberantas korupsi adalah menghukum seberat-beratnya pelaku
korupsi. Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap
sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Merupakan sebuah
realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk memberantas
korupsi yaitu peraturan perundang-undangan.
Kita memiliki lembaga serta aparat
hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan tersebut baik kepolisian,
kejaksaan, dan pengadilan. Kita bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang
bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya dibentuk salah
satunya untuk memberantas korupsi. Namun apa yang terjadi? Korupsi tetap tumbuh
subur dan berkembang dengan pesat. Sedihnya lagi, dalam realita ternyata lembaga
dan aparat yang telah ditunjuk tersebut dalam beberapa kasus justru ikut
menumbuhsuburkan korupsi yang terjadi di Indonesia.
Ada pula pendapat yang mengatakan
bahwa bekal pendidikan (termasuk Pendidikan Agama) memegang peranan yang sangat
penting untuk mencegah korupsi. Benarkah demikian? Yang cukup mengejutkan,
negara-negara yang tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru adalah
negara-negara yang masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat beragama. Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas
korupsi, sistem dan lembaga pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus
direformasi. Reformasi ini meliputi reformasi terhadap sistem, kelembagaan
maupun pejabat publiknya.
Penting pula untuk membentuk lembaga
independen yang bertugas mencegah dan memberantas korupsi. Lembaga ini harus
mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya kepada rakyat. Ruang gerak serta
kebebasan menyatakan pendapat untuk masyarakat sipil (civil society) harus
ditingkatkan, termasuk di dalamnya mengembangkan pers yang bebas dan independen.Di
sini akan dipaparkan berbagai upaya pemberantasan korupsi yang dapat dan telah
dipraktekkan di berbagai negara. Ada beberapa bahan menarik yang dapat
didiskusikan dan digali bersama untuk melihat upaya yang dapat kita lakukan
untuk memberantas korupsi.
1)
Konsep Pemberantasan Korupsi
Tidak ada jawaban yang tunggal dan
sederhana untuk menjawab mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif
di suatu negara. Ada yang menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker
ganas’ yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Ia menggerogoti
perekonomian sebuah negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel
pada semua aspek bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk
diberantas. Perlu dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu,
korupsi memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.
2)
Upaya Penanggulangan Kejahatan (Korupsi) dengan Hukum Pidana
Kebijakan penanggulangan kejahatan
atau yang biasa dikenal dengan istilah politik kriminal atau criminal policy oleh
G. Peter Hoefnagels dibedakan sebagai berikut (Nawawi Arief : 2008) :
a)
kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application);
b)
kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without
punishment);
c)
kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai
kejahatan dan pemidanaan lewat mass media
(influencing views of society on crime and punishment / mass media).
Melihat
pembedaan tersebut, secara garis besar upaya penanggulangan kejahatan dapat
dibagi menjadi 2 (dua) yakni melalui jalur penal (dengan menggunakan hukum
pidana) dan jalur non-penal (diselesaikan di luar hukum pidana dengan
sarana-sarana non-penal). Secara kasar menurut Barda Nawawi Arief, upaya
penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat
repressive (penumpasan/penindasan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi,
sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif
(pencegahan).
3) Berbagai Strategi dan/atau Upaya
Pemberantasan Korupsi
Berikut akan dipaparkan berbagai
upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas korupsi yang dikembangkan
oleh United Nations yang dinamakan the
Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations
Anti-Corruption Toolkit.
a) Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi
b) Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
c) Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan
Masyarakat
d) Monitoring dan Evaluasi
e) Kerjasama Internasional
Hal lain yang perlu dilakukan dalam memberantas korupsi
adalah melakukan kerjasama internasional atau kerjasama baik dengan negara lain
maupun dengan International NGOs. Sebagai contoh saja, di tingkat
internasional, Transparency
Internasional (TI) misalnya membuat
program National Integrity Systems. OECD membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank
membuat program A Framework for Integrity.
f) Gerakan, Kerjasama dan Instrumen
Internasional Pencegahan Korupsi
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dengan kemampuan intelektual yang
tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan idealisme yang murni telah terbukti
bahwa siswa selalu mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini.
Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti bahwa siswa
berperan sangat penting sebagai agen perubahan (agent of change). Dalam konteks
gerakan anti-korupsi, mahasiswa juga diharapkan dapat tampil di depan menjadi motor
penggerak. Mahasiswa
didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia,
kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran. Dengan
kompetensi yang mereka miliki tersebut siswa diharapkan mampu menjadi agen
perubahan, mampu menyuarakan kepentingan rakyat, mampu mengkritisi
kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga negara dan penegak
hukum.
B.
SARAN
Dengan kekayaan yang sangat melimpah
ini, rakyat Indonesia seharusnya dapat hidup lebih baik dan bahkan sangat
mungkin untuk menjadi yang terbaik di dunia ini. Sudah sewajarnya kalau
penduduk Indonesia hidup sejahtera jika melihat kekayaan yang dimiliki
tersebut. Tidak ada orang yang kelaparan, tidak ada orang yang menderita karena
sakit dan tidak mampu untuk berobat, tidak ada lagi kebodohan karena setiap
orang mampu bersekolah sampai tingkat yang paling tinggi, tidak ada orang yang
tinggal di kolong jembatan lagi karena semua orang mempunyai tempat tinggal layak,
tidak ada kemacetan yang parah karena kota tertata dengan baik, anak-anak
tumbuh sehat karena ketercukupan gizi yang baik.
Anak-anak jalanan, pengemis, dan
penyakit masyarakat lain sudah menjadi cerita masa lalu yang sudah tidak ada
lagi. Anak yatim, orang-orang usia lanjut hidup sejahtera dan diperhatikan oleh
pemerintah. Bukan sebuah kesengajaan bahwa di tengah kata Indonesia ada kata
‘ONE’, ind-one-sia, yang berarti satu. Tentunya ini akan bisa diartikan bahwa
Indonesia bisa menjadi negara nomor satu di dunia. Tentu saja bisa, dengan
melihat begitu kayanya negeri ini, subur, gemah ripah loh jinawi, Indonesia
sangat potensial untuk menjadi negara nomor satu di dunia. Tentunya dengan
catatan, tidak ada korupsi, tidak ada yang mengambil hak orang lain, dan tidak
ada yang menjarah kekayaan negara.Sebab apabila masih ada yang korupsi dan
mengambil hak-hak orang lain, Negara Indonesia tidak lagi ‘ONE’ namun akan
berubah menjadi In-DONE-sia, “DONE”, selesai! Tamat!, Bangsa dan Negara ini
selesai! Indonesia sebagai bangsa dan Negara tidak lagi eksis. Kemudian, kalau
Indonesia tidak lagi eksis, Indonesia hanya menjadi cerita masa lalu, bagaimana
kelak nasib anak cucu kita? Anda bisa membayangkan?
Oleh sebab itu mari satukan langkah,
mari perangi korupsi dengan mengawali dari diri sendiri, dengan harapan besar
bagi kejayaan negeri ini serta kesejahteraan bangsa yang ada di dalamnya. Tidak
ada yang tidak mungkin di muka bumi ini, sesuatu yang besar selalu diawali
dengan satu langkah kecil namun pasti dan penuh integritas. Selamat datang
generasi anti korupsi!.
DAFTAR PUSTAKA
MM.Khan. 2008. Political And
Administrative Corruption Annota Ted Bibliography.
Undang-Undang
No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari Kolusi,
Korupsi Dan Nepotisme
Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
Belum ada tanggapan untuk "MAKALAH Dampak Masif dan Mengatasi Korupsi"
Post a Comment