A. Pengertian
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan
aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Asma
bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
(Smelzer Suzanne : 2001)
Asma bronchial
adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme akut otot polos
bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus. (Elizabeth, 2000: 430)
B. ETIOLOGI
1.
Faktor Predisposisi
Genetik merupakan faktor predisposisi dari
asma bronkhial.
2.
Faktor Presipitasi
a. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk
melalui saluran pernapasan. Contohnya: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri, dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk
melalui mulut. Contohnya: makanan dan obat-obatan.
3) Kontaktan, yang masuk
melalui kontak dengan kulit. Contohnya: perhiasan, logam, dan jam tangan.
3.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma.
4.
Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan asma. Stress juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada
5.
Lingkungan kerja
Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung
dengan sebab terjadinya serangan asma.Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
6.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat.
C. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus
yang menyebabkan sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam
jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya.
Pada respon alergi di saluran nafas,
antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat
degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot
polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme
asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan
permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang
iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin
memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau
sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak
hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal :
1.
Batuk
2.
Dispnea
3.
Mengi (whezzing)
4.
Gangguan kesadaran, hyperinflasi dada
5.
Tachicardi
6.
Pernafasan cepat dangkal
Gejala
lain :
1.
Takipnea
2.
Gelisah
3.
Diaphorosis
4.
Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
5.
Fatigue ( kelelahan)
6.
Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan
berbicara.
7.
Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada
disertai pernafasan lambat.
8.
Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
9.
Sianosis sekunder
10.
Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat,
takikardia, dan pelebaran tekanan nadi.
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologinya Asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu
1.
Ekstrinsik (alergik) : Ditandai dengan reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk
bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi
2.
Intrinsik (non alergik) : Ditandai dengan adanya reaksi non
alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi.
3.
Asma gabungan : Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergi.
Berdasarkan Keparahan Penyakit
1.
Asma intermiten : Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu
2.
Asma persisten ringan : Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu
tetapi < 1 kali dalam 1 hari
3.
Asma persisten sedang (moderate): Gejala muncul tiap hari,
eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi
>1 kali dalam 1 minggu
4.
Asma persisten berat (severe) : Gejala terus menerus terjadi,
eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas
fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
a.
Bila
disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b.
Bila
terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
c.
Bila
terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d.
Dapat
pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e.
Bila
terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat
dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2.
Pemeriksaan
tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3.
Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :
a.
Perubahan
aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation
b.
Terdapatnya
tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch
block).
c.
Tanda-tanda
hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya
depresi segmen ST negative.
4.
Scanning
paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas
reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan
asma bronchial adalah :
1.
Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan
segara.
2.
Mengenal
dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3.
Memberikan
penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang
perjalanan penyakitnya, sehingga penderita mengerti tujuan
penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya.
Pengobatan pada asma
bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
e. Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan
farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam
2 golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama
obat :
1) Orsiprenalin (Alupent)
2) Fenoterol (berotec)
3) Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan
simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan.
Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau
cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk
selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
1) Aminofilin
(Amicam supp)
2) Aminofilin
(Euphilin Retard)
3) Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama
dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga
bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk
suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan
perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat
ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena
sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya
kering).
H. KOMPLIKASI
1.
Pneumo thoraks
2.
Pneumomediastinum
3.
Emfisema subkutis
4.
Ateleltaksis
5.
Aspergilosis
6.
Gagal nafas
7.
Bronchitis
I. Asuhan
Keperawatan
1.
Riwayat kesehatan sekarang
a.
Waktu terjadinya sakit
Berapa lama sudah terjadinya sakit
b.
Proses terjadinya sakit
Kapan mulai terjadinya sakit
Bagaimana sakit itu mulai terjadi
c.
Upaya yang telah dilakukan
Selama sakit sudah berobat kemana
Obat-obatan yang pernah dikonsumsi
d.
Hasil pemeriksaan sementara / sekarang
TTV meliputi tekanan darah, suhu, respiratorik
rate, dan nadi
Adanya patofisiologi lain seperti saat
diauskultasi adanya ronky,wheezing.
2.
Riwayat kesehatan terdahulu
a.
Riwayat merokok, yaitu sebagi penyebab utama kanker paru –
paru,emfisema, dan bronchitis kronis. Anamnesa harus mencakup:
1)
Usia mulai merokok secara rutin
2)
Rata – rata jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
3)
Usai menghentikan kebiasaan merokok.
b.
Pengobatan saat ini dan masa lalu
c.
Alergi
d.
Tempat tinggal
3.
Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan pengkajian ini:
a. Penyakit infeksi
tertentu seperti TBC ditularkan melalui orang ke orang.
b. Kelainan alergi
seperti asma bronchial, menujukkan suatu predisposisi keturunan tertentu.Asma
bisa juga terjadi akibat konflik keluarga.
c. Pasien bronchitis
kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkatpolusi udaranya tinggi.Polusi ini
bukan sebagai penyebab timbulnyapenyakit tapi bisa memperberat.
4.
Riwayat kesehatan lingkungan
5.
Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan,
mandi berpakaian, eliminasi,mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi,
naik tangga.
a. Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang
nyaring, penggunaan otot–otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta)
b. Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode
inspirasi, dypsnea,takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahanronkhi,
hiperresonan pada perkusi
c. Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah,
fatique, perubahan tingkatkesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
6.
Pola istirahat tidur
a. Jam berapa biasa mulai
tidur dan bangun tidur
b. Kualitas dan kuantitas
jam tidur
7.
Pola nutrisi – metabolic
a. Berapa kali makan
sehari
b. Makanan kesukaan
c. Berat badan sebelum
dan sesudah sakit
d. Frekuensi dan
kuantitas minum sehari
8.
Pola eliminasi
Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
a. Nyeri
b. Kuantitas
9.
Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran
(Panca Indra)
10.
Pola konsep diri
a. Gambaran diri
b. Identitas diri
c. Peran diri
d. Ideal diri
e. Harga diri
11.
Pola seksual – reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
12.
Pola peran hubungan
a. Hubungan dengan
anggota keluarga
b. Dukungan keluarga
c. Hubungan dengan
tetangga dan masyarakat.
13.
Pola nilai dan kepercayaan
a. Persepsi keyakinan
b. Tindakan berdasarkan
keyakinan
14.
Pemeriksaan Fisik
a. Data klinik, meliputi:
1) TTV
2) Keluhan Utama
b. Data hasil pemeriksaan
yang mungkin ditemukan:
1) Kulit: Warna kulit
sawo matang, turgor cukup.
2) Kepala: Mesochepal,
rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
3) Mata: Conjungtiva
merah mudah, sclera putih, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya
(+/+)
4) Telinga: Simetris,
serumen (+/+) dalam batas normal.
5) Hidung: simetris,
septum di tengah, selaput mucosa basah.
6) Mulut: gigi lengkap,
bibir tidak pucat, tidak kering
7) Leher: trachea di
tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar,
tekanan vena jugularis tidak meningkat.
15.
Thorax :
a. Jantung: Ictus cordis
tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas
jantung dalam batas normal, S1>S2, regular,
tidak ada suara tambahan.
b. Paru-paru: Tidak ada
ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak ada, sonor
seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada
suara tambahan.
16.
Abdomen :
a. Inspeksi: Perut datar,
tidak ada benjolan.
b. Auskultasi: Bising
usus biasanya dalam batas normal.
c. Perkusi: Timpani
seluruh lapang abdomen.
d. Palpasi: ada nyeri
tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa.
17.
Ekstremitas
a.
Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup.
b.
Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois
(-), oedema (-), tonus otot cukup
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusiventilasi
2.
Bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
3.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan tirah baring atau imobilisasi
Daftar Pustaka
Almazini, P.
2012. Bronchial
Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan,
Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J.
2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Dongoes, Marylin E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Second Edition.New
Jersey: Upper
Saddle River.
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta
Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all.
1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper
Saddle River
Purnomo.2008. Faktor
Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak.
Semarang: Universitas Diponegoro
Price, Silvia A & Wilson, Lorraine M.
2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzame C. 2001. Buku Ajar Medikal
Bedah. Jakarta: EGC
Belum ada tanggapan untuk "LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKIAL"
Post a Comment