Persepsi terhadap KB
adalah hasil dari proses aktivitas kejiwaan dimana seseorang dapat
mengenali, mamahami, dan memberi makna positif atau negatif terhadap program KB kontap, yang dipengaruhi
oleh pengetahuan tentang KB , bagaimana harapan untuk program KB kontap, dan
bagaimana penilaian tentang program KB .
Pengetahuan tentang KB
ini termasuk juga pada bagaimana pengalaman seseorang yang diperoleh
dari program KB dan bagaimana emosi yang terbentuk dari pengalaman tersebut.
Pengharapan untuk program KB mengacu pada keinginan individu terhadap program
KB. Pengharapan ini dapat dipengaruhi oleh kebutuhan dan motivasi individu.
Evaluasi merupakan bagaimana kesimpulan atau penilaian akhir terhadap
program KB yang telah diambil atau diputuskan oleh
individu (Herlina,
2009).
Dalam penelitian Risnawati, dkk (2013),
di dapatkan bahwa persepsi tentang rasa aman untuk pemakaian AKDR sebanyak 27
responden (51,9) dan yang memiliki persepsi tidak aman sebanyak 25 responden
(48,1%).
Persepsi rasa aman terhadap minat dengan
pemakaian AKDR, yang merasa aman dan memiliki minat yang cukup terhadap
pemakaian AKDR sebanyak 25 responden (48,1%). Dan persepsi rasa aman dan
memiliki minat kurang terhadap pemakaian AKDR sebanyak 2 responden (3,8%).
Sedangkan persepsi rasa tidak aman dan memiliki minat cukup terhadap pemakaian
AKDR sebanyak 13 responden (25%), dan persepsi rasa tidak aman yang memiliki
minat kurang terhadap pemakaiana AKDR sebanyak 12 responden (23,1%) (Risnawati, dkk, 2013).
Adapun persepsi rasa kurang aman yang
dimiliki oleh sebagian responden tersebut terkait dengan faktor informasi dari
orang lain baik teman maupun tetangga yang banyak mengungkapkan cerita tentang
pengalaman orang lain yang memakai AKDR namun gagal maupun sekedar mitos yang
mereka sendiri tidak tahu kebenarannya. Meskipun demikian informasi yang
bersifat negatif tersebut seringkali dianut sehingga memunculkan persepsi
kurang aman terhadap pemakaian kontrasepsi AKDR (Muliana, 2010).
Menurut Irwin M. Rosentok dalam Philip
Kotler pada akhirnya faktor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu
produk kontrasepsi tertentu seperti alat kontrasepsi jenis AKDR dapat
dijelaskan dengan model kepercayaan yang salah satunya tergantung dari pengaruh
berita dan informasi yang diperoleh dari media massa, kelompok masyarakat atau
keluarga yang dipercaya, serta pengalaman orang lain.
Dalam penelitian Marlinda (2010) di dapatkan bahwa dari 14 orang akseptor KB aktif,
hanya sebagian kecil yang memahami efektifitas dan keamanan IUD. Sebanyak 5 orang
(36%) dari jumlah menyatakan memilih menggunakan IUD berdasarkan saran dari
Bidan tempat berkonsultasi namun tidak terlalu mengetahui alat tersebut bekerja
secara efektif, 1 orang (7%) akseptor mengatakan mengalami kehamilan dengan IUD
in-situ dalam 6 bulan pemakaian, 1 orang (7%) akseptor mengalami ekspulsi tanpa
disadari dalam 1 tahun pertama pemakaian, 1 orang (7%) lainnya mengalami
perdarahan antar menstrausi setelah pemasangan IUD dan memilih
pengangkatan/pengeluaran IUD dalam 6 bulan pertama pemakaian, 4 orang (29%) mengatakan
memilih IUD karena metode KB yang lain kurang cocok dan menimbulkan efek samping
kegemukan, dan sebagian lagi mengatakan memilih IUD karena tidak perlu mengingat
setiap hari atau setiap bulan seperti KB pil atau KB suntik. Tidak ada akseptor
yang menggunakan KB IUD karena keinginan pasangan suami-isteri itu sendiri atau
faktor kebutuhan pribadi pasangan suami-isteri tersebut.
Hasil penelitian Astuti (2012),
menunjukkan bahwa responden tidak mau menggunakan alat kontrasepsi IUD karena
takut terjadi pendarahan sebanyak 15 responden (50%), tidak nyaman dalam
hubungan suami istri sebanyak 3 responden (10%), malu sebanyak 5 responden
(17%), biaya yang mahal sebanyak 4 responden (13%), dan responden yang tidak
mengetahui alasan mengapa mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi IUD
sebanyak 3 responden (10%).
Perasaan malu dan risi merupakan
perasaan malas atau risih karena harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu
ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya kedalam
vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini (Affandi, 2013).
Hasil survei di Eropa didapatkan bahwa,
dari 135 akseptor KB atau wanita yang telah menggunakan kontrasepsi. (34-69%)
wanita yang belum pernah melahirkan mengatakan bahwa jika mereka harus memakai
kontrasepsi IUD, mereka masih takut dan khawatir. (25-83%) mengatakan bahwa
pemasangan dan pemakaian alat kontrasepsi IUD merepotkan / rumit (Buhling, 2014).
Pada dasarnya rasa takut yang muncul
pada responden saat pemasangan IUD adalah karena prosedur pemasangan IUD yang
rumit, dan prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik yang diperlukan dalam
pemasangan IUD (Affandi).
Persepsi rasa takut pada pemakaian AKDR
mulai dari proses pemasangan, kelemahan, maupun efek samping, ternyata tidak
hanya dimiliki oleh akseptor yang belum pernah memakai AKDR, tapi juga sempat
dialami oleh akseptor KB AKDR sebelum pemasangan, walaupun pada akhirnya
akseptor tersebut tetap mantap untuk menggunakannya (Abdul, 2006 ).
Di Cameroon untuk kebutuhan tentang
pelayanan keluarga berencana belum terpenuhi, terutama di bagian perkotaan.
Dari 370 perempuan hanya 20,4% yang terpenuhi untuk penggunaan pelayanan
keluarga berencana, alasan utamanya yakni karena adanya rasa takut terhadap
efek samping yang ditimbulkan dari alat kontrasepsi (AB, Ajong. 2016).
Penelitian di Pakistan yang ditujan
untuk pasangan pria dan wanita yang sudah menikah, mayoritas dari mereka
mengetahui tentang beberapa metode kontrasepsi modern, namun penggunaan
kontrasepsi secara keseluruhan masih rendah. Alasan mereka tidak menggunakan
kontrasepsi adalah adanya pengaruh dari mertua yang tidak menyetujui untuk penggunaan kontrasepsi, adanya
kekhawatiran tentang agama , takut dengan efek sampingnya, serta kurangnya
akses ke layanan yang berkualitas
(
Mustafa, 2015).
Untuk mengukur persepsi dengan pemilihan
kontrasepsi IUD digunakan skala persepsi subjektif dengan pemilihan kontrasepsi
IUD yang terdiri dari 29 item dengan skor tertinggi setiap itemnya dua dan skor
terendah satu. Persepsi yang digunakan untuk mendeskripsikan data hasil
penelitian ini berdasarkan perhitungan mean karena data yang dihitung melalui
rumus statistik mempunyai penyebaran normal dari perhitungan mean akan
dikelompokkan dua kelompok persepsi subjektif yaitu akseptor yang mempunyai persepsi
positif dengan pemilihankontrasepsi IUD dan akseptor yang mempunyai persepsi
negatif dengan penggunaan kontrasepsi IUD.
Jika skor lebih besar dari pada mean
maka dapat dikatakan bahwa responden tersebut mempunyai persepsi positif dengan
penggunaan kontrasepsi IUD, sedangkan jika skor lebih kecil atau sama dengan
mean maka responden tersebut mempunyai persepsi yang negatif dengan pemilihan
kontrasepsi IUD.
Berdasarkan hasil diatas, dapat
diketahui bahwa apabila subjek penelitian memperoleh skor kurang dari atau sama
dengan 72,5 berarti subjek penelitian mempunyai persepsi negatif terhadap
penggunaan kontrasepsi IUD, dan jika subjek memperoleh skor lebih dari 72,5
dapat dikatakan bahwa subjek memiliki persepsi positif dengan penggunaan
kontrasepsi IUD.
Rasa malu pada diri seseorang muncul
karena adanya sistem nilai dan norma sosial yang dijadikan sebagai ideologi
budaya oleh kelompok sosial tertentu. Adanya sosialisasi nilai dan norma sosial
kedalam diri individu ditentikan oleh sejauh mana sosiokultural dapat
mempengaruhi seseorang dalam pembentukan emosi, khususnya emosi kesadaran diri
yang berkenaan dengan rasa malu
(Lusiana,
2010).
Perasaan malu dan risih merupakan
perasaan malas atau risih karena harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu
ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya kedalam
vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini (Affandi, 2013).
Hasil penelitian Astuti (2012)
menyatakan bahwa 17% dari responden masih merasa malu harus menggunakan IUD.
Persepsi rasa takut pada pemakaian AKDR
mulai dari proses pemasangan, kelemahan, maupun efek samping, ternyata tidak
hanya dimiliki oleh akseptor yang belum pernah memakai AKDR, tapi juga sempat
dialami oleh akseptor KB AKDR sebelum pemasangan, walaupun pada akhirnya
akseptor tersebut tetap mantap untuk
menggunakannya. (Abdul, 2006 )
Rasa takut adalah defence mechanism, atau mekanik bela
diri. Maksudnya ialah bahwa rasa takut timbul pada diri seseorang disebabkan
adanya kecenderungan untuk membela diri sendiri dari bahaya atau hanya perasaan
yang tak enak terhadap sesuatu hal. Dalam sebuah bukunya yang berjudul “Fears
and Phobias” Doktor Tony Whitehad mengajukan definisi tentang rasa takut.
Definisi yang dimaksud adalah sebagai berikut: rasa takut adalah sesuatu yang
agak kompleks, didalamnya terdapat suatu perasaan emosional dan sejumlah
perasaan jasmaniah (Soelasmono, 2011).
Hasil survei di Eropa menyatakan bahwa dari 135 akseptor KB atau wanita yang menggunakan kontrasepsi.
(34-69%) wanita yang belum pernah melahirkan mengatakan bahwa jika mereka harus
memakai kontrasepsi IUD masih merasa takut dan khawatir (Buhling, 2014).
Sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Astuti, 2012), yang menyatakan bahwa dari 15 (50%) responden tidak mau
menggunakan kontrasepsi IUD karena rasa takut pemasangan dan terjadi
perdarahan.
Sama halnya dengan penerimaan pemberian
informasi tentang kontrasepsi, jika peroses tersebut dilakukan dengan
memberikan kepercayaan penuh terhadap tenaga kesehatan dan sosialisasi yang
baik dengan akseptor maka individu yang telah menerima informasi yang telah
diberikan cenderung akan memberikan persepsi yang lebih baik dibandingkan yang
tidak memperoleh informasi
(Notoatmodjo,
2010).
Rasa takut yang muncul pada responden
saat pemasangan IUD adalah karena adanya prosedur pemasangan IUD yang rumit,
dan prosedur medis termasuk pemeriksaan pelvik yang diperlukan dalam pemasangan
IUD (Affandi, 2013).
Sumber :
Halla.Z Aulia (2016) Hubungan Persepsi Akseptor KB dengan Pemilihan Kontrasepsi IUD pada Ibu Usia 20-35 Tahun di Desa Plumbon Temon 1 Kulon Progo Yogyakarta Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas 'AISYIYAH Yogyakarta
Belum ada tanggapan untuk "PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI JENIS IUD DI INDONESIA"
Post a Comment